kampus_pr@yahoo.com
————————————————————————————————02. 80% Fesyen, 20% FungsiJAKARTA
adalah kota yang sangat sensitif terhadap tren kultur fesyen terbaru. Dari mulai antre untuk donat sampai kopi yang dihargai terlalu mahal, warga Ibu Kota menunjukkan antusiasme mereka mengenal berbagai ‘artifak’ kultur.Yang terbaru, ada sepeda lowrider. Tidak seperti sepeda pada umumnya, lowrider memiliki ukuran lebih kecil, hampir setinggi sepeda anak-anak, dan kaya modifikasi.Ceritanya berawal di AS. Lowrider menjadi budaya kaum urban. Pengikut utamanya terutama kaum Hispanik yang tidak mampu memodifikasi mobil atau motor sehingga akhirnya mereka mencoba memodifikasi sepeda. Kultur modifikasi mobil di kalangan keturunan Hispanik sebenarnya juga cukup kuat.Di Jakarta, setiap Sabtu malam di salah satu sudut Taman Menteng yang bersebelahan dengan Hotel Formula 1, sepeda lowrider tampak menjadi salah satu aktivitas kaum urban Jakarta. Bukan hanya Los Angeles.“Di Amerika, tadinya ini sepeda mini untuk anak-anak, terus dimodifikasi dan berkembang hingga saat ini. Dan sampailah ke Indonesia. Kebanyakan yang masuk Indonesia itu buatan Jepang, tetapi ada juga yang dari Amerika dan Inggris,” kata Gandung.Gandung yang sehari-harinya berprofesi sebagai desainer grafis itu adalah salah seorang pencetus komunitas sepeda lowrider dengan nama Sunset Riders.Komunitas itulah yang setiap Sabtu malam berkumpul di pojok Taman Menteng. Pada sebuah Sabtu malam, seusai pertunjukan pantomim dari salah satu pusat kebudayaan asing di Jakarta, deretan sepeda ‘mini’ yang diparkir itu pun menarik perhatian kerumunan. Sepeda-sepeda itu jadi objek jepretan kamera digital.Sunset Riders baru muncul sekitar akhir 2004. “Kini, anggotanya 30-an orang. Tadinya kami hanya punya anggota tiga orang, jalan bareng, terus ngobrol dengan yang lain akhirnya pengen bikin sepeda juga, ketemu orang lagi yang punya sepeda, terus ngumpul. Tadinya kami ngumpul di Taman Suropati terus pindah ke Taman Menteng. Karena sepeda ini tidak bisa dibawa jalan jauh, jadi kumpulnya cuma di daerah kami saja. Yang di selatan ngumpul di daerah selatan dan seterusnya,” kata Gandung.Pusat perhatianPenggemarnya pun datang dari beragam latar, anak sekolah sampai eksekutif muda. Ini berbeda dengan negara asalnya yang menjadikan sepeda lowrider sebagai subkultur antikemapanan.“Karena bisa dibilang sepeda ini tidak murah. Untuk modifikasi satu sepeda ini minimal punya uang Rp2 juta. Kita beli per satuan mulai dari batangannya, ban, pelek, terus finishing-nya dikrom. Itu kan mahal, bisa sampai Rp4 juta. Catnya saja ada yang sampai Rp2 juta,” jelas Gandung.
Lowrider sebenarnya bukan kendaraan nyaman. Justru jauh dari nyaman. Namun, Gandung mengaku ada nilai lain yang membuat memakai sepeda ini tetap terasa nyaman. “Kenyamanannya malah dari orang yang melihat sepeda kami, kalau dilihat orang kemudian dinilai bagus, itulah yang bikin kita nyaman,” katanya.Jadi, sebagian lain memang urusan citra dan pencitraan. Penggunanya akan merasa bangga jika mengendarai sepeda ini. Karena bentuk sepedanya unik membuat pengendaranya menjadi pusat perhatian. “Saya bilang ini 80% fesyen, 20% fungsi,” kata Gandung.Kontes sepeda ini pun didasarkan pada sisi estetika, bukan dari ketangkasan. Untuk sepeda yang bergaya klasik orisinal, dilihat dari fork depan, sadel, setang dan rangkanya yang kecil menyerupai sepeda untuk anak. Yang custom, bentuknya menyerupai motor Harley atau biasa disebut chopper dengan rangka yang panjang dan setang tinggi.Gandung sendiri mengawali kecintaannya pada sepeda lowrider lewat kanal MTV. Ada sebuah video musik hip hop yang menampilkan sepeda lowrider.“Dari yang tadinya saya niat pengen bikin sendiri, berburu sampai punya sepeda, prosesnya cukup lama. Dari pertama nonton sampai punya, kira-kira dua tahunan,” kata Gandung.Untuk membangun sebuah sepeda diawali dengan rangka. Inilah yang membuat Gandung kesulitan sampai harus mencari ke daerah-daerah terpencil di Jakarta. “Awalnya tidak tahu harus cari ke mana, kita melihat batangannya seperti sepeda jaman dulu, terus kita hunting. Untuk mendapatkan batangannya, kita sampai harus ngejar anak kecil dan tukang es batu karena dia pakai sepeda yang punya batangan asli,” ungkapnya. Tapi sekarang impor aksesori dan batangan sepeda sudah relatif lebih mudah ditemukan.Yanto, seorang modifikator lowrider, mengatakan untuk modifikasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Modalnya tergantung dari variasi, paling rendah Rp4 juta-Rp5 jutaan. Bisa Rp10 jutaan untuk ikut kontes, yang mahal itu aksesorinya,” ujarnya.Selama ini Yanto sudah membuat sekitar 30 sepeda modifikasi. “Kalau dari pengerjaan, kami memiliki kepuasan tersendiri. Kami kerjakan sendiri, kami pakai sendiri. Jadi, tidak seperti sepeda yang beli di toko bisa langsung dipakai,” katanya.
*
————————————————————————————————03. UrbanFest 2008: Memburu Sepeda AntikJumat, 27 Juni 2008 | 00:06 WIBJAKARTA, KAMIS –
Sepeda ceper dan unik itu, Rabu (25/6) siang, tersandar di dinding sebuah kafe di Ancol, Jakarta. Ia bagai magnit.Bayangkan, puluhan pasang mata memelototinya, berlama-lama. Walaupun ada sejumlah perempuan rancak, dengan dandanan serba unik di kafe tersebut, penampilan sepeda tersebut membuat tetamu kafe lebih tergoda.Tinggi sepeda bercat biru dan cokelat itu hanya sebatas lutut. Namun, stangnya yang terbuat dari baja berpilin antikarat setinggi pinggang. Tempat duduknya bewarna putih agak panjang, dengan roda serep di belakang. Ada pula dua boneka dadu bebas menggelantung. Penampilan sekilas bagai motor besar.Sebuah pelariankah? Karena tak mampu beli motor besar lalu mengutak-atik sepeda seperti motor besar? Pertanyaan itu sempat terlontar di acara Konferensi Pers UrbanFest 2008, Rabu lalu.Namun, Gandung, salah seorang penggemar sepeda unik itu menjawabnya dengan enteng, “Malah ada pemilik sepeda unik atau low rider ini yang memiliki motor HD”.Sepeda ceper yang mencuri perhatian banyak orang itu, sering disebut sebagai sepeda alternatif, sepeda modifikasi, dan atau low rider. Sepeda unik tersebut menjadi salah satu materi kegiatan yang dikompetisikan dalam pagelaran budaya UrbanFest 2008, yang berlangsung 28-29 Juni di Pantai Carnaval Ancol.Ketua Panita Penyelenggara UrbanFest 2008, Nugroho Ferry Yudho mengatakan, kompetisi lowrider yang bertajuk Urban Lowrider Contest meliputi enam kategori, yaitu kelas original/restorasi ke di bawah 20 persen (mengalami modifikasi ke arah originalnya/bentuk aslinya), kelas custom modification kecil dari 20 persen (mengalami modifikasi custom), kelas original dengan restorasi di besar dari 20 persen, kelas custom modification besar dari 20 persen. Kemudian ada kelas free for all (best of the best) dengan sepeda lowrider ukuran bebas dan kelas chopper bike dengan modifikasi bebas.“Display sepeda juga bisa menentukan. Karena itu, posisi sepeda sangat dianjurkan ditata dengan baik dan menarik. Karena akan menambah penampilan total keseluruhan akan menarik ditonton, difoto, dinilai oleh pengunjung dan juru,” kata Nugroho.Tentang sepeda lowrider ini, Gandung yang merupakan salah seorang dedengkot sepeda lowrider mengatakan, penyuka lowrider ini paling banyak di Jakarta. Ada komunitasnya, apakah itu di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan wilayah lainnya.“Kominitas sepeda lowrider ini setiap malam Minggu berkumpul di Taman Menteng, untuk diskusi dan saling tukar informasi. Kemudian, setelah bus way tidak dioperasikan lagi, penggemar sepeda lowrider keliling kota di jalur bus way mulai dari Taman Menteng, Bundaran HI, dan Monas,” paparnya.Menurut Gandung, ada lebih 100 orang penyuka sepeda low rider. Setiap anggota komunitas mempunyai 2-4 sepeda lowrider. Sedangkan yang ikut kontes sepeda lowrider sedikitnya 50 sepeda. Masing-masing punya keunikan dan daya tarik tersendiri.Keberadan komunitas sepeda lowrider ini, lanjut Gandung, sudah ada sejak 2004. Para penggemar kadang berburu sepeda mini antik jika berada di suatu daerah. Bahkan, jika ketemu di jalan, langsung ditawar. “Umumnya sepeda lowrider jenis sepeda mini keluaran tahun 1970-an. Sebab, kalau sepeda tipe keluaran sekarang, tak bisa dibentuk jadi sepeda lowrider. Batangan sepeda sekarang tidak kuat,” tandasnya.” Untuk modifikasi sedikitnya menghabiskan dana Rp2 juta. Sepeda lowrider umumnya, 80 persen fungsinya sudah berubah. Lebih banyak sepeda unik ini untuk pajangan saja. Ada banyak sepeda lowrider yang dibeli orang lain yang berminat, ada juga yang dipakai untuk pembuatan iklan fashion,” tambah Gandung.Kontes lowrider ini merupakan satu dari 21 jenis kegiatan di UrbanFest 2008 yang digelar secara kolaborasi oleh Kompas-Gramedia, Ancol, Radio Prambors, Institut Kesenian Jakarta, dan MetroTV. ————————————————————————————————03. UrbanFest 2008: Memburu Sepeda AntikJumat, 27 Juni 2008 | 00:06 WIBJAKARTA, KAMIS –
(YURNALDI)————————————————————————————————04. SEPEDA LOW RIDER
Si Kontet yang Makin Dicari
Si Kontet yang Makin Dicari
Punya bentuk unik dan makin dicari. Ada dua pilihan mendapatkannya. Gerilya bagian satu per satu, atau membelinya utuh. Tetapi, kendala mengendarai justru menjadi halangan utama. Kenalan yuk sama sepeda “low rider”.Sepeda itu lebih cocok dipakai anak kecil dibandingkan orang dewasa. Ukurannya mungil dan berbentuk enggak seperti sepeda biasa. Tampilannya semarak. Rangkanya dicat meriah, bahkan ada yang di-chrome dengan finishing perak mengilat, atau emas yang kinclong.Setang sepedanya pun dibikin ala motor gede, dengan style choopper (itu lho setang motor yang tegak ke atas hingga kala mengendarainya posisi tangan hampir tegak lurus ke atas). Bahan untuk membuat setang sepedanya pun bukan dari besi biasa. Rantai kapal, sampai besi tempa untuk bahan dasar pagar rumah bisa dijadikan aksesori sepeda.Semua sepeda “ajaib” itu terjejer rapi di halaman rumah Beri, di kawasan Pondok Indah. Siang itu bareng seorang kawannya, Rezi, keduanya lagi asyik berdiskusi tentang keempat sepeda yang mereka bangun sendiri.“Gue sih sudah lama banget pengin punya sepeda kayak gini,” beber Beri. Maklum sepeda yang kental dengan gaya hidup orang kulit hitam di Amrik itu punya bentuk yang seru.“Biasanya sepeda jenis ini yang memakai anak geng kulit bewarna di Amerika,” jelas Rezi.Tren yang sudah ada dari zaman dulu itu makin naik seiring dengan seringnya video klip yang kental nuansa hip hop atau punk-nya diputer di televisi. Macam video klip Anthem-nya Good Charlote, atau malah Muka Tebal-nya Superman Is Dead. Enggak heran kalau sepeda seperti ini selalu dikaitkan dengan komunitas kulit berwarna di Amerika.Sayangnya, buat memiliki sepeda ini susahnya minta ampun. Enggak ada satu toko sepeda pun di Indonesia yang menjual sepeda jenis ini. “Waktu gue lagi di Amerika, gue enggak menemukan toko yang menjual sepeda seperti ini,” ungkap Beri.Sesampainya di Indonesia, Beri juga harus mengubur mimpinya dalam-dalam. Tapi, niatnya itu terwujud ketika tiga bulan lalu seorang kawan menawarkan sebuah rangka sepeda zaman dulu. “Gue pikir bisa nih dijadiin sepeda low rider (sebutan karib si sepeda kontet),” cetusnya lagi.Mulai deh hari dan kehidupannya (duh segitunya) dihabiskan untuk memenuhi impiannya sejak dulu. Aksesori tambahan yang enggak dijual di Indonesia dibikin secara prakarya olehnya. “Setangnya gue pakai rantai kapal. Gue las listrik dulu, baru gue finishing chrome,” tukas Beri lagi. Sekitar empat minggu dia habiskan waktu untuk membangun sepeda impiannya. “Kalau sudah tahu apa yang kita mau, pasti gampang sih. Soalnya sudah kebayang inginnya seperti apa,” tambah Beri.Order Bak seniman yang habis menyelesaikan karyanya. Beri pun melakukan “pameran” kecil-kecilan. Apalagi kalau bukan mengendarai sepeda kontetnya keliling daerah rumahnya. Ternyata ada yang melihat aksinya keliling kompleks. Sesampainya di rumah, beberapa kawannya menelepon dan meminta dibuatkan sepeda seperti miliknya. “Mulai deh gue kebanjiran order buat bikin sepeda seperti ini,” kenang Beri.Toh order yang datang kepada dirinya enggak bisa begitu saja dikerjakan. “Banyak yang datang ke gue, tapi belum tau mau dibikin apa sepedanya. Gue kasih masukan pasti ada saja yang kurang. Utamanya sih masalah dana,” tukasnya cuek. “Tapi, berhubung yang datang ke gue teman-teman gue juga, enggak mungkin gue tolak,” akunya lagi.Kalau kita tertarik, sebenarnya ada dua cara yang bisa kita lakukan untuk mengoleksi si kontet ini. Pertama, cara gerilya macam yang dilakukan Beri. Hunting satu per satu sampai semua parts lengkap.“Gue beli semuanya satu per satu. Rangkanya gue hunting sendiri,” ungkapnya. Maklum rangka sepeda low rider biasanya menggunakan “bangkai” sepeda kuno. Tahu sendiri dong barangnya enggak mungkin dicari di toko sepeda. “Kalau yang lain sih gampang. Ban sama velg biasanya masih ada yang jual,” ujarnya lagi.Cara kedua, cara instan seperti yang dilakukan Rezi. Alih-alih hunting ke tukang loak, nih cowok langsung membeli di negara pusatnya sepeda low rider, Amerika. “Kebetulan pas gue ke sana dan ada uang sisa ya sudah gue beli aja yang sudah jadi,” jelas cowok yang hobi memakai kacamata ini.Maklum, di Amerika pasar sepeda seperti ini sudah jelas. Jadi, toko yang menjual sepeda utuh dan aksesorinya juga bejibun. “Gue beli utuh mereknya Low Rider sekitar 300-an dollar,” ungkap Rezi.Capek Lambat laun komunitas—yang lebih suka disebut Beri sebagai habitat—mulai terbentuk. Dari hanya sendirian, kini Beri punya sekitar lima orang teman untuk diajaknya berkeliling dengan si kontet.Toh dari semua keasyikan membangun si kontet, ada satu kendala yang enggak Beri suka. Berhubung sepeda ini didesain sangat pendek, mau enggak mau mengayuh pedalnya memang agak ribet. “Kalau sudah ketemu tanjakan malas banget rasanya. Jadi, gue enggak pernah main jauh-jauh. Paling sekitaran rumah,” tukas Beri.“Soalnya, kalau di Amerika sendiri, nih sepeda memang bukan didesain untuk dikayuh, melainkan didayung menggunakan kaki. Karena negro-negro di Amerika menggunakan sepeda ini hanya di seputaran blok rumah mereka,” tambah Rezi lagi.Selain Beri, masih ada beberapa kelompok lain yang hobi mendandani sepeda low rider seperti ini. “Biasanya mereka nongkrong di Circle K Jalan KH Ahmad Dahlan. Mereka serius bener. Soalnya sepeda itu memang dipakai jalan,” jelas Beri.Atau malah di Bandung. Komunitas streetball yang ada di sana cukup akrab dengan komunitas sepeda low rider. “Biasanya kami ngumpulnya setiap hari Rabu malam. Gabung sama anak-anak break dance dan streetball,” beber Insane dedengkot streetball dari tim Future asal Bandung.Dengan bentuknya yang unik, sepeda seperti ini memang asyik untuk dikoleksi. Tinggal pilih caranya, mau yang instan apa yang gerilya? Pilihan ada di tangan kita.
ADHITYASWARA NUSWANDANA Tim MUDA————————————————————————————————05. SEPEDA LOWRIDER, TAK SEKADAR LIFE STYLE(09 Mar 2008, 292 x)
SATU lagi tren sepeda baru merambah kawula muda di Makassar. Apa itu? Yup, apa lagi kalau bukan lowrider, salah satu jenis sepeda dengan model unik. Begitu berbeda dengan model-model sepeda sebelumnya yang sempat booming, beberapa tahun belakangan.Lowrider jauh dari kesan modern dan sporty. Sepeda jenis ini justru lebih mirip sepeda tradisional onthel, namun terlihat lebih elegan. Meski modelnya agak konvensional, namun jenis sepeda yang satu ini ternyata lumayan digandrungi kalangan anak muda loh.Beberapa remaja di Makassar yang sudah memiliki lowrider mengaku tidak risih menggunakan lowrider di tengah semakin metropolitannya Kota Makassar. Sebaliknya, lowrider justru dianggap sebagai suatu life style baru yang punya banyak manfaat.Awi, misalnya. Cowok yang memiliki model rambur agak gondrong mengatakan, kehadiran lowrider memberi tawaran bersepeda yang tidak lagi sekadar untuk berolahraga dan mejeng di jalan. “Dengan memakai lowrider, termasuk sebagai kendaraan hang out atau pun untuk ke tempat kerja, saya merasa mendapatkan tambahan rasa percaya diri. Soalnya, kita merasa beda aja gitu sama yang lain. Lowrider lebih berkarakter,” ujar Awi, Jumat, 7 Maret.Tak jauh berbeda dengan Izul, seorang penggemar lowrider. Ia mengaku sudah cinta mati dengan jenis sepeda itu. Izul bahkan punya keinginan agar para pecinta lowrider menjamur di Makassar, dan bisa segera punya komunitas. “Kalau sudah ada komunitas, demam lowrider pasti akan lebih mewabah lagi,” ucap Izul.Yang tak kalah penting, katanya, kita bisa bergaya namun juga tetap bersahabat dengan lingkungan. Seperti yang dituturkan Izul, jika lowrider sudah banyak diminati, banyak manfaat yang bisa dipetik. “Yang pasti, tingkat polusi di kota ini pasti bisa ditekan. Paling tidak, para anak muda seperti kita ini bisa sedikit berperan memperlambat global warming,” tuturnya.Saat ini, lowrider memang belum terlalu booming di Kota Daeng. Masih kalah dibanding Jakarta dan Bandung. Menurut Awi, di dua kota tersebut, lowrider sudah benar-benar digilai, khususnya bagi mereka yang masih berusia remaja.Namun, bagi mereka yang penasaran dengan sepeda ini, di beberapa toko sepeda di Makassar, lowrider sudah bisa ditemui loh. Hanya saja, harganya memang lumayan bisa bikin kantong menipis. Lowrider dilepas ke pasaran dengan harga minimal Rp2 juta.
(imam dzulkifli)————————————————————————————————06. SEPEDA CEPER LEBIH GAYA
————————————————————————————————07. PARA
PENCINTA SEPEDA CEPERSelasa, 11 November 2008 | 15:30 WIB
PENCINTA SEPEDA CEPERSelasa, 11 November 2008 | 15:30 WIB
Nur Hidayat————————————————————————————————
08. Melihat Komunitas Bangkalan Low Rider (BLOWR)
08. Melihat Komunitas Bangkalan Low Rider (BLOWR)
Komunitas Low Rider Fiber Pertama di IndonesiaAwalnya komunitas ini hanya ada di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Perkembangan teknologi membawa hobi bersepeda unik ini sampai juga di Pulau Madura. Meski masih minim, peminatnya tergolong banyak dengan pertumbuhan yang drastis. Dari dua orang kini sudah menjadi belasan dan masih akan bertambah lagi.Adalah Dana dan Ajis yang pertama memopulerkan sepeda unik ini. Di dunia mereka, sepeda unik ini diberi nama low rider. Sebab, bentuknya memang lebih pendek dan lebih panjang dari sepeda pada umumnya. Setir dan bodinya sama sekali beda dengan sepeda yang biasa dipakai masyarakat umum, semua sudah dimodifikasi.Seluruh pecinta sepeda rendah ini menamakan dirinya Bangkalan Low Rider disingkat BLOWR. Mereka terdiri dari pemuda yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Tapi, untuk hobi mereka sama nekatnya dengan orang dewasa yang sudah lama menekuni hobi tertentu.Markas BLOWR di Klinik Fiber 32, Kampung Lobuk, Desa Ketengan, Kelurahan Tunjung Bangkalan. Tempatnya tak jauh dari keramaian tapi cukup tenang untuk berkonsentrasi memikirkan model yang pas untuk membuat “sepeda baruâ€.Di markas BLOWR koran ini menemui Yudi dan Nanang. Mereka berdua adalah pengerajin fiber yang juga teknisi pinter BLOWR. Tangan mereka lincah dalam memodifikasi sepeda biasa menjadi low rider. Mereka berdua adalah orang yang membuat BLOWR menjadi komunitas low rider pertama di Indonesia yang memodifikasi sepeda menggunakan fiber.“Komunitas ini kami resmikan saat pertama kali melakukan tur ke Surabaya. Tepatnya tanggal 22 Desember 2008,†ujar Yudi mengawali sejarah komunitas sepeda yang juga digawanginya.Orang pertama yang membawa “ide gila†membuat sepeda menjadi lebih rendah tersebut datang dari pemuda bernama Dana. Pemuda yang bekerja di sebuah apotik Bangkalan itu memiliki sepeda sejak ada di Surabaya. Sebab, Surabaya lebih dulu punya komunitas serupa.Selesai kuliah Dana membawa sepedanya ke Bangkalan. “Ajis, adik saya pengin sepeda seperti punya Dana. Kalau beli mahal, akhirnya saya dan Nanang punya inisiatif untuk bikin sendiri,†kenang Yudi. Karena keduanya sudah mahir memainkan fiber, model sepeda mirip motor Harley Davidson pun akhirnya jadi.Proses pembuatan sepeda pertama itu memakan waktu selama satu bulan. Pasalnya, setiap ada sisi yang tidak memuaskan, ketiga kakak beradik itu membongkarnya kembali. “Setelah beberapa kali perombakan, akhirnya sepeda pertama model Hammer Sez kami selesai,†ungkap Yudi.Jadilah Dana dan Ajis unjuk gigi di jalan alun-alun depan pendapa agung Bangkalan. “Mereka nongkrong berdua saja di alun-alun. Teman-teman Ajis lalu datang dan hampir semuanya tertarik. Sejak itu dari 2 orang menjadi 13 orang,†terangnya. Di antara teman Ajis, sambungnya, juga ada Ra Makrom, anak Wakil Bupati Bangakalan Syafik Rofii. “Ra Makrom punya 2 sepeda tapi tidak pernah keluar. Lama-lama dia akhirnya bergabung,†tandas Nanang.Dibuat Dari Sepeda Baru dan RongsokanSaat koran ini datang ke markas BLOWR, Yudi dan Nanang sedang membedah sedikitnya 5 sepeda. Bahan yang mereka pakai untuk modifikasi adalah besi sepeda yang dibawa sendiri oleh si pemesan yang tertarik masuk komunitas BLOWR. Besi rongsokan sepeda atau sepeda yang baru dibeli pun ada di gudang mereka dan siap “dipotong-potongâ€.Diceritakan, saat pertama kali BLOWR mendapatkan tambahan anggota, keduanya menyelesaikan 9 sepeda dalam 3 minggu. Pasalnya, mereka mengejar target liburan untuk melakukan tur ke Surabaya yang belakangan dijadikan hari jadi mereka. Itu adalah capaian terbaik Yudi dan Nanang selama bergelut dengan fiber.“Jadi, waktu pertama masuk 9 anak itu langsung berpencar. Ada yang menyerbu tukang rongsokan sepeda dan ada juga yang membawa sepeda utuh ke sini. Sepeda fun bike itu yang mereka suruh bongkar,†aku Yudi sambil memperlihatkan sepeda serupa yang belum dibongkar.Model sepeda diambilnya dari internet. Sebab, di luar maupun di dalam negeri komunitas sepeda ini sangat eksis. Jaringan mereka luas dan sering melakukan komunikasi via email dan telepon. “Nah, kalau desain biasanya yang mengurus adik saya si Ajis itu. Dia juga bagian yang paling sibuk karena harus keluar untuk mendesain bentuk sepeda di tukang las,†paparnya.Berapa dana yang dihabiskan? Dibandingkan membeli sepeda jadi, biaya yang dikeluarkan untuk membuat sepeda ini jauh lebih murah. “Kalau beli biasanya sampai Rp 2 juta atau lebih. Sedangkan bikin sendiri sekitar Rp 500 ribuan,†ungkapnya. Dana itu dipakai untuk kebutuhan desain (las dan fiber), ban, peleg dan cat di sentuhan akhir pembuatan.Model sepeda unik ini cukup bervariasi. Di antaranya Hammer Sez, Low Rider, Cruiser, Copper, Limo dan Bazman. Namun, di daerah lain modifikasi sangat bergantung pada budayanya. “Kalau di Jogja senang yang model lama. Soalnya di sana anggota komunitasnya banyak orang tua juga,†ulas Nanang.Diungkapkan, dalam waktu dekat komunitas ini diundang untuk acara pembukaan sebuah distro di Surabaya. Karena itu Yudi dan Nanang juga kejar target untuk menambah anggota dan sepeda di komunitas. “Pak wakil bupati sangat mendukung kami. Apalagi anaknya juga ikut di komunitas ini. Dia janji mau sumbang angkutan pikap sampai Kamal kalau BLOWR tur ke Surabaya lagi,†pungkas Nanang. (nur rahmad akhirullah)Jawa Pos / Minggu, 08 Februari 2009
————————————————————————————————09. LOWRIDER, SI MINI YANG MODIS
————————————————————————————————10. LOW RIDER, SEPEDA CEPER YANG MENCURI PERHATIAN
[C6-08]————————————————————————————————11. LOW RIDER SEPEDA GAUL
Studio Jokejaku, Jl. Gamelan Lor No. 18 / E-mail: handri9@yahoo.com
————————————————————————————————
12. LOW RIDER MASUK INDONESIA
Perkembangan sepeda Lowrider di Amerika bermula pada tahun 1960-an dari komunitas para imigran mexico, yang lebih dikenal dengan CHICANO.Berawal dari kebutuhan akan eksistensi agar keberadaan mereka sebagai pendatang diakui oleh masyarakat setempat, mereka mulai membuat suatu karya seni melalui media mobil dengan mempergunakan mobil – mobil tua khususnya merk Chevrolet yang akhirnya berkembang pesat menjadi LIFE STYLE yang lebih dikenal dengan HISPANIC CULTURE atau kebudayaan Masyarakat Latin. Pada perkembangannya, mereka mulai mempergunakan media lainnya yaitu sepeda sebagai tempat menuangkan apresiasi seni. Dalam sepeda sendiri mempunyai konsep yang hampir sama dengan jarahan modifikasi mobil, identik dengan Low n Slow yang memang dikhususkan untuk para Poser( tukang nampang ), pada perkembangannya baik dalam memodifikasi mobil & sepeda sudah mempergunakan suspensi HIDROLIK dan pemakaian warna yang Colorfull ( Blink – blink ).
Pada tahun 2000-an, trend sepeda Lowrider baru mulai masuk ke Indonesia, bermula dari kota besar seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan kemudian mulai berkembang ke kota kota lainnya di Indonesia. Mulai terasa gaungnnya setelah Tabloid MotorPlus Meliput anak-anak Jakarta Selatan untuk dimuat ditabloid tersebut sekitar tahun 2006.Awalnya di Bandung sendiri dimulai dengan jenis cruiser dengan roda 26 inch + 3 speed yang telah beredar dengan merk polygon cruiser, sedangkan untuk jenis choppernya win cycle pertama kali mengedarkannya. Untuk mereka yg mempunyai budget lebih mereka lebih suka meng import langsung dari Amerika untuk perlengkapan maupun fullbike, salah satu importirnya adalah Mr. Oktaf (Royal Queen) yang masih aktif sampai saat ini meramaikan dunia persepedaan di Bandung.Sedangkan untuk yang budgetnya pas-pasan mulai lah perburuan ke tukang-tukang loak sepeda untuk mencari sepeda mini jadul (atau disebut juga stingray) untuk di rekondisi maupun di modif. Beda lagi dengan Mang Oplu, setelah puas berburu sepeda mini … akhirnya ketemu dengan Epul Chommet yang memperlihatkan gambar-gambar dari internet berupa sepeda chooper dengan gaya roda besar di depan dan roda kecil dibelakang. Akhirnya dengan referensi gambar tersebut sepeda kepunyaan anaknya dijadikan bahan eksperimen untuk dijadikan sepeda chopper dengan menggunakan roda 20″ di depan dan roda 16″ di belakang, berkat bantuan Kang Ibenk, Deni dan keahlian Pak Wawan (Jl. Bogor) sebagai tukang las akhirnya terwujud sepeda tersebut. Gara gara bereksperimen akhirnya Mang Oplu pun gatal untuk membuat sepeda selanjutnya untuk ukuran dewasa dengan roda depan 24″ dan roda belakang 20″. dan beredar pertama kali saat Pasar Seni ITB 2006 dan saat Bandung Bike Week (HDCI).Saat itu sepeda stingray adalah pilihan yang bagus untuk di modif dan referensi gambar nya pun banyak berdedar di internet terutama di lowrider magazine. Para Builder motor pun ada yang membuat, salahsatunya adalah Indra Bluesmann, Rudy Flyiing Piston Garage yang mulai unjuk gigi pertama kali saat acara Ogre custom with Kelpie Automotive Fiesta 2007 present ” 1st Indonesia Custom Bicycle contest 2007” di Monumen Perjuangan jalan Dipati Ukur pada tanggal 23 Juni 2007.Iyus Blackjuice (pedal power) pun saat ini masih aktif memodif sepeda maupun membuat komponen variasi unutk sepeda lowrider mulai dari kaca spion sampai dengan springer untuk sepeda. Dan Ko’ Wawa (toko sepeda di Jl. Veteran sebelah sinar Bangka) akhirnya mensupport untuk melengkapi komponen sepeda seperti mereplika batang sepeda stingray ataupun mengimport komponen / fullbike.Akhirnya Komunitasnya pun terbentuk dengan sendirinya, dengan selalu berkumpul tiap Jum;at sore di Taman Cikapayang jalan Dago berkumpul bareng dengan Komunitas “Bike to Work”. Dan di Jakarta ada bro Hafiz (Virgin) yang aktif berpartisipasi meramaikan lowrider bicycle.
Lowrider bermula sebagai elemen budaya Chicano Americans atau bagian dari street culture di Amerika yang masih menjadi bagian dari imigran Meksiko. Lowrider telah menjadi produk urban culture, dan crossover antara Harley dan cruiser bikes. Biasanya lowrider dapat ditemui dalam parade atau karnival orang-orang Amerika. Popularitas lowrider mulai menanjak pada akhir tahun 70-an karena penggabungan dua kultur antara Califoria car culture dengan Mexican culture. Lowrider seringkali dikaitkan dengan produk-produk budaya Chicano lainnya macam Chevy Impala/ Impala SS, Chevy’s, Tattoo’s, Zootsuits. Pachuco’s, dan Zootsuit Riots.Dengan penampilan yang tak kalah nyentrik,mereka menunjukkan jati diri berbeda. Sepeda ceper zaman ’70-an yang dimodifikasi dengan berbagai gaya baru yang unik. Setang panjang model chooper, sedangkan bodi hingga ban dibuat klasik, dengan permainan warna-warni yang cerah. Style sepeda menunjukkan jiwa muda yang penuh ga
Namun Harga itu menurut dia tergolong murah. Sebab, bila ingin membeli sepeda yang langsung jadi, harganya lumayan mahal. Untuk order satu sepeda orisinal dari produsen luar negeri, harganya bisa mencapai Rp. 8 juta – Rp.12 juta. Meskipun mahal, ternyata barang itu sangat ringkih. Dan tidak jarang Gandung dan para anggota Sunset Rider lainnya berburu batangan sepeda sebagai bahan baku modifikasi sepeda yang diidam-idamkan. Mulai dari tukang cendol dan sepeda anak kecil sudah pernah jadi incaran Gandung dan teman-temannya. Seperti yang dikutip seputar-indonesia.com, Gandung mengungkapkan untuk mendapat batangan sepeda yang bagus dan kuat agak sedikit sulit didapatkan. “yah, kalo dijalanan ada seperti sepeda anak kecil saya buru langsung memburu barang ituâ€, ujar Gandung. Hoby yang tidak murah ini memeberikan alternatif baru bagi para pecinta lifestyle sport. Dan hal ini merupakan pergeseran budaya barat, dan menjadi urban culture yang semakin banyak di kota-kota besar.
————————————————————————————————14. Jakarta Street Low Rider Community
Selalu Mengutamakan kegiatan positif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar