Senin, 23 Januari 2012

Perkembangan sepeda Lowrider

Perkembangan sepeda Lowrider di Amerika bermula pada tahun 1960-an dari komunitas para imigran mexico, yang lebih dikenal dengan CHICANO.Berawal dari kebutuhan akan eksistensi agar keberadaan mereka sebagai pendatang diakui oleh masyarakat setempat, mereka mulai membuat suatu karya seni melalui media mobil dengan mempergunakan mobil – mobil tua khususnya merk Chevrolet yang akhirnya berkembang pesat menjadi LIFE STYLE yang lebih dikenal dengan HISPANIC CULTURE atau kebudayaan Masyarakat Latin. 


Pada perkembangannya, mereka mulai mempergunakan media lainnya yaitu sepeda sebagai tempat menuangkan apresiasi seni. Dalam sepeda sendiri mempunyai konsep yang hampir sama dengan jarahan modifikasi mobil, identik dengan Low n Slow yang memang dikhususkan untuk para Poser( tukang nampang ), pada perkembangannya baik dalam memodifikasi mobil & sepeda sudah mempergunakan suspensi HIDROLIK dan pemakaian warna yang Colorfull ( Blink – blink ).
indra bluesmann

Pada tahun 2000-an, trend sepeda Lowrider baru mulai masuk ke Indonesia, bermula dari kota besar seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan kemudian mulai berkembang ke kota kota lainnya di Indonesia. Mulai terasa gaungnnya setelah Tabloid MotorPlus Meliput anak-anak Jakarta Selatan untukdimuat ditablid tersebut sekitar tahun 2006.

Awalnya di Bandung sendiri dimulai dengan jenis cruiser dengan roda 26inch + 3speed yang telah beredar dengan merk polygon cruiser, sedangkan untuk jenis choppernya win cycle pertama kali mengedarkannya. Untuk mereka yg mempunyai budget lebih mereka lebih suka meng import langsung dari Amerika untuk perlengkapan maupun fullbike, salah satu importirnya adalah Mr. Oktaf (Royal Queen) yang masih aktif sampai saat ini meramaikan dunia persepedahan di Bandung.

Sedangkan untuk yang budgetnya pas-pasan mulai lah perburuan ke tukang-tukang loak sepeda untuk mencari sepeda mini jadul (atau disebut juga stingray) untuk di rekondisi maupun di modif. Beda lagi dengan mang oplu, setelah puas berburu sepeda mini ... akhirnya ketemu dengan epul chommet yang memperlihatkan gambar-gambar dari internet berupa sepeda chooper dengan gaya roda besar di depan dan roda kecil dibelakang. Akhirnya dengan referensi gambar tersebut sepeda kepunyaan anaknya dijadikan bahan eksperimen untuk dijadikan sepedah chopper dengan menggunakan roda 20" di depan dan roda 16" di belakang, berkat bantuan kang deni ibenk dan keahlian pak wawan (jl. Bogor) sebagai tukang las akhirnya terwujud sepeda tersebut. Gara gara bereksperimen akhirnya mang oplu pun gatal untuk membuat sepeda selanjutnya untuk ukuran dewasa dengan roda depan 24" dan roda belakang 20". dan beredar pertama kali saat Pasar Seni ITB 2006 dan saat Bandung Bike Week (HDCI).

Saat itu sepeda stingray adalah pilihan yang bagus untuk di modif dan referensi gambar nya pun banyak berdedar di internet terutama di lowrider magazine. Para Builder motor pun ada yang membuat, salahsatunya adalah Indra Bluesmann, Rudy Flyiing Piston Garage yang mulai unjuk gigi pertama kali saat acara Ogre custom with Kelpie Automotive Fiesta 2007 present " 1st Indonesia Custom Bicycle contest 2007" di Monumen Perjuangan jalan dipati ukur pada tanggal 23 Juni 2007.

Iyus Blackjuice(pedal power) pun saat ini masih aktif memodif sepeda maupun membuat komponen variasi unutk sepeda lowrider mulai dari kaca spion sampai dengan springer untuk sepeda. Dan Ko' Wawa (toko sepeda di jl. veteran sebelah sinar Bangka) akhirnya mensupport untuk melengkapi komponen sepeda seperti mereplika batang sepeda stingray ataupun mengimport komponen/fullbike.

Akhirnya Komunitasnya pun terbentuk dengan sendirinya, dengan selalu berkumpul tiap Jum;at sore di Taman Cikapayang jalan dago berkumpul bareng dengan Komunitas "Bike to Work". Dan di jakarta ada bro Hafiz (virgin) yang aktif berpartisipasi meramaikan lowrider bicycle.

Susuri Sudut Kota dengan Laju “Low Rider”

SEJUMLAH sepeda berbentuk unik berjejer di pelataran aspal. Keunikan itu terlihat dari bentuk dan struktur frame, setang, sandaran, hingga joknya. Tak pelak lagi, sepeda bukan sekadar alat olah raga atau alat transportasi semata, namun bisa juga untuk bergaya.Itulah pemandangan yang terlihat di sekitar Balai Kota Bandung setiap Minggu pagi. Sekelompok anak muda yang meminati sepeda jenis low rider biasa berkumpul di sana, untuk bersilaturahmi, sharing modifikasi sepeda, atau sekadar mengayuh sepedanya mengitari Balai Kota. Kenal lebih dekat, yuk!Dituturkan salah seorang pegiatnya, Sapto Aji yang akrab disapa Aji, mereka yang kerap berkumpul tersebut berasal dari berbagai komunitas low rider di Bandung, Lembang, hingga Banjaran. Tercatat ada Slow Rider, Pedal Power, Luxurious, Rollerz, Highlander, dsb. Tongkrongan di Balai Kota itu bermula dari berdirinya komunitas Cruisers Van Java yang diinisiasi antara lain oleh Ade Dewanto dan Rinaldy, sekitar akhir tahun 2006. Cruisers Van Java yang kemudian berganti nama menjadi Flower City Rider itu sempat meraup cukup banyak peminat low rider di Bandung hingga belakangan kegiatan organisasinya meredup sebab para pegiatnya diterpa beragam kesibukan.“Sekarang mau diaktifin lagi, soalnya sayang kan udah ada tempatnya. Untuk sementara belum pakai nama khusus lagi, jadinya siapa aja dan dari komunitas mana aja bisa gabung karena sifatnya cair,” kata Aji ketika ditemui Kampus, Minggu (24/8).Istilah low rider sendiri muncul sebab pengendara sepeda ini duduk di sadel yang lebih rendah atau ceper dibandingkan dengan sepeda lain. Omong-omong tentang ciri khas sepeda low rider, biasanya terdiri atas fork depan springer model bengkok (bent springer fork), setang model menggantung (apehanger handlebar), rangka model pelangi (rainbow bent frame), jok pisang (banana seat), dan besi sandaran jok (sissy bar), sementara yang lainnya bisa dikostumisasi lagi.Dengan tujuan bersenang-senang dan semakin memopulerkan keberadaan sepeda low rider, Aji kerap menggelar jalan-jalan keliling kota pada malam hari (night riding) setiap hari Kamis, mulai dari Gedung Merdeka hingga sekitar Jalan Dago. “Tujuannya untuk mengenalkan sepeda low rider pada masyarakat, sekalian wisata kuliner malam hari,” kata Aji sambil terkekeh.Joey dari Luxurious, menceritakan ketertarikannya pada sepeda low rider dimulai sejak tahun 1994, berkat video-video klip yang memperlihatkan betapa kerennya mobil dan sepeda low rider. “Kalau mobil kan enggak kuat membiayainya, makanya pilih sepeda aja,” kata Joey seraya tertawa. Latar belakang menggemari sepeda low rider memang bermacam-macam. Contohnya Aji yang berasal dari R2 Racing Team, komunitas penggemar motor dan mobil balap. “Memang dasarnya senang modifikasi. Habis mobil, motor, ya terus sepeda deh,” kata Aji.Para pesepeda low rider memang tidak menganggap sepedanya sekadar sebagai alat transportasi, namun juga sebuah karya seni. “Kita bisa mengekspresikan diri melalui tiap detail modifikasi, pokoknya serulah,” ucap Aji yang juga kerap ikut lomba kreasi sepeda low rider. Menurut dia, keikutsertaan dalam kontes-kontes tersebut merangsang ia dan kawan-kawannya berpikir keras membuat kreasi terbaru.Salah satu sepeda low rider milik Aji yang berjenis chopper, dipasangi roda berukuran sangat besar yang biasa digunakan mobil arena balap hingga membuat bentuknya menjadi unik. Aji sendiri memiliki belasan sepeda low rider dengan biaya modifikasi mulai dari Rp 2 juta hingga puluhan juta rupiah. Modifikasi itu tak jarang butuh merogoh kocek dalam-dalam, namun itu bukan masalah dibandingkan dengan kesenangan proses merakit sepeda idaman.[Image: 1_736240457l.jpg?w=497&h=343]“Modifikasinya memang bisa macam-macam. Ada yang menghias bondo (tangki)-nya pakai airbrush, setangnya dibuat melingkar (twist), bahkan ada yang jari-jarinya dilapisi emas hingga 18 karat (gold plate)! Tapi bisa juga dibuat lebih murah dengan merakit sendiri,” ujar Joey.Kegemaran sepeda gaya ini ternyata dijadikan pula sebagai salah satu kampanye pengurangan jumlah kendaraan bermotor. “Saya ada kendaraan lain, tapi kadang lebih enak pakai sepeda. Hemat energi dan ramah lingkungan,” kata Joey. “Ke depannya semoga komunitas low rider bisa lebih solid menjalin kebersamaan dan ikut mempromosikan gaya hidup sebagai environmentalist,” ujar Aji menuturkan harapannya. So, let’s roll the bike and rock the street! ***dewi irma
kampus_pr@yahoo.com


————————————————————————————————02. 80% Fesyen, 20% FungsiJAKARTA

adalah kota yang sangat sensitif terhadap tren kultur fesyen terbaru. Dari mulai antre untuk donat sampai kopi yang dihargai terlalu mahal, warga Ibu Kota menunjukkan antusiasme mereka mengenal berbagai ‘artifak’ kultur.Yang terbaru, ada sepeda lowrider. Tidak seperti sepeda pada umumnya, lowrider memiliki ukuran lebih kecil, hampir setinggi sepeda anak-anak, dan kaya modifikasi.Ceritanya berawal di AS. Lowrider menjadi budaya kaum urban. Pengikut utamanya terutama kaum Hispanik yang tidak mampu memodifikasi mobil atau motor sehingga akhirnya mereka mencoba memodifikasi sepeda. Kultur modifikasi mobil di kalangan keturunan Hispanik sebenarnya juga cukup kuat.Di Jakarta, setiap Sabtu malam di salah satu sudut Taman Menteng yang bersebelahan dengan Hotel Formula 1, sepeda lowrider tampak menjadi salah satu aktivitas kaum urban Jakarta. Bukan hanya Los Angeles.“Di Amerika, tadinya ini sepeda mini untuk anak-anak, terus dimodifikasi dan berkembang hingga saat ini. Dan sampailah ke Indonesia. Kebanyakan yang masuk Indonesia itu buatan Jepang, tetapi ada juga yang dari Amerika dan Inggris,” kata Gandung.Gandung yang sehari-harinya berprofesi sebagai desainer grafis itu adalah salah seorang pencetus komunitas sepeda lowrider dengan nama Sunset Riders.Komunitas itulah yang setiap Sabtu malam berkumpul di pojok Taman Menteng. Pada sebuah Sabtu malam, seusai pertunjukan pantomim dari salah satu pusat kebudayaan asing di Jakarta, deretan sepeda ‘mini’ yang diparkir itu pun menarik perhatian kerumunan. Sepeda-sepeda itu jadi objek jepretan kamera digital.Sunset Riders baru muncul sekitar akhir 2004. “Kini, anggotanya 30-an orang. Tadinya kami hanya punya anggota tiga orang, jalan bareng, terus ngobrol dengan yang lain akhirnya pengen bikin sepeda juga, ketemu orang lagi yang punya sepeda, terus ngumpul. Tadinya kami ngumpul di Taman Suropati terus pindah ke Taman Menteng. Karena sepeda ini tidak bisa dibawa jalan jauh, jadi kumpulnya cuma di daerah kami saja. Yang di selatan ngumpul di daerah selatan dan seterusnya,” kata Gandung.Pusat perhatianPenggemarnya pun datang dari beragam latar, anak sekolah sampai eksekutif muda. Ini berbeda dengan negara asalnya yang menjadikan sepeda lowrider sebagai subkultur antikemapanan.“Karena bisa dibilang sepeda ini tidak murah. Untuk modifikasi satu sepeda ini minimal punya uang Rp2 juta. Kita beli per satuan mulai dari batangannya, ban, pelek, terus finishing-nya dikrom. Itu kan mahal, bisa sampai Rp4 juta. Catnya saja ada yang sampai Rp2 juta,” jelas Gandung.
Lowrider sebenarnya bukan kendaraan nyaman. Justru jauh dari nyaman. Namun, Gandung mengaku ada nilai lain yang membuat memakai sepeda ini tetap terasa nyaman. “Kenyamanannya malah dari orang yang melihat sepeda kami, kalau dilihat orang kemudian dinilai bagus, itulah yang bikin kita nyaman,” katanya.Jadi, sebagian lain memang urusan citra dan pencitraan. Penggunanya akan merasa bangga jika mengendarai sepeda ini. Karena bentuk sepedanya unik membuat pengendaranya menjadi pusat perhatian. “Saya bilang ini 80% fesyen, 20% fungsi,” kata Gandung.Kontes sepeda ini pun didasarkan pada sisi estetika, bukan dari ketangkasan. Untuk sepeda yang bergaya klasik orisinal, dilihat dari fork depan, sadel, setang dan rangkanya yang kecil menyerupai sepeda untuk anak. Yang custom, bentuknya menyerupai motor Harley atau biasa disebut chopper dengan rangka yang panjang dan setang tinggi.Gandung sendiri mengawali kecintaannya pada sepeda lowrider lewat kanal MTV. Ada sebuah video musik hip hop yang menampilkan sepeda lowrider.“Dari yang tadinya saya niat pengen bikin sendiri, berburu sampai punya sepeda, prosesnya cukup lama. Dari pertama nonton sampai punya, kira-kira dua tahunan,” kata Gandung.Untuk membangun sebuah sepeda diawali dengan rangka. Inilah yang membuat Gandung kesulitan sampai harus mencari ke daerah-daerah terpencil di Jakarta. “Awalnya tidak tahu harus cari ke mana, kita melihat batangannya seperti sepeda jaman dulu, terus kita hunting. Untuk mendapatkan batangannya, kita sampai harus ngejar anak kecil dan tukang es batu karena dia pakai sepeda yang punya batangan asli,” ungkapnya. Tapi sekarang impor aksesori dan batangan sepeda sudah relatif lebih mudah ditemukan.Yanto, seorang modifikator lowrider, mengatakan untuk modifikasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Modalnya tergantung dari variasi, paling rendah Rp4 juta-Rp5 jutaan. Bisa Rp10 jutaan untuk ikut kontes, yang mahal itu aksesorinya,” ujarnya.Selama ini Yanto sudah membuat sekitar 30 sepeda modifikasi. “Kalau dari pengerjaan, kami memiliki kepuasan tersendiri. Kami kerjakan sendiri, kami pakai sendiri. Jadi, tidak seperti sepeda yang beli di toko bisa langsung dipakai,” katanya.
*
————————————————————————————————03. UrbanFest 2008: Memburu Sepeda AntikJumat, 27 Juni 2008 | 00:06 WIBJAKARTA, KAMIS –
Sepeda ceper dan unik itu, Rabu (25/6) siang, tersandar di dinding sebuah kafe di Ancol, Jakarta. Ia bagai magnit.Bayangkan, puluhan pasang mata memelototinya, berlama-lama. Walaupun ada sejumlah perempuan rancak, dengan dandanan serba unik di kafe tersebut, penampilan sepeda tersebut membuat tetamu kafe lebih tergoda.Tinggi sepeda bercat biru dan cokelat itu hanya sebatas lutut. Namun, stangnya yang terbuat dari baja berpilin antikarat setinggi pinggang. Tempat duduknya bewarna putih agak panjang, dengan roda serep di belakang. Ada pula dua boneka dadu bebas menggelantung. Penampilan sekilas bagai motor besar.Sebuah pelariankah? Karena tak mampu beli motor besar lalu mengutak-atik sepeda seperti motor besar? Pertanyaan itu sempat terlontar di acara Konferensi Pers UrbanFest 2008, Rabu lalu.Namun, Gandung, salah seorang penggemar sepeda unik itu menjawabnya dengan enteng, “Malah ada pemilik sepeda unik atau low rider ini yang memiliki motor HD”.Sepeda ceper yang mencuri perhatian banyak orang itu, sering disebut sebagai sepeda alternatif, sepeda modifikasi, dan atau low rider. Sepeda unik tersebut menjadi salah satu materi kegiatan yang dikompetisikan dalam pagelaran budaya UrbanFest 2008, yang berlangsung 28-29 Juni di Pantai Carnaval Ancol.Ketua Panita Penyelenggara UrbanFest 2008, Nugroho Ferry Yudho mengatakan, kompetisi lowrider yang bertajuk Urban Lowrider Contest meliputi enam kategori, yaitu kelas original/restorasi ke di bawah 20 persen (mengalami modifikasi ke arah originalnya/bentuk aslinya), kelas custom modification kecil dari 20 persen (mengalami modifikasi custom), kelas original dengan restorasi di besar dari 20 persen, kelas custom modification besar dari 20 persen. Kemudian ada kelas free for all (best of the best) dengan sepeda lowrider ukuran bebas dan kelas chopper bike dengan modifikasi bebas.“Display sepeda juga bisa menentukan. Karena itu, posisi sepeda sangat dianjurkan ditata dengan baik dan menarik. Karena akan menambah penampilan total keseluruhan akan menarik ditonton, difoto, dinilai oleh pengunjung dan juru,” kata Nugroho.Tentang sepeda lowrider ini, Gandung yang merupakan salah seorang dedengkot sepeda lowrider mengatakan, penyuka lowrider ini paling banyak di Jakarta. Ada komunitasnya, apakah itu di Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan wilayah lainnya.“Kominitas sepeda lowrider ini setiap malam Minggu berkumpul di Taman Menteng, untuk diskusi dan saling tukar informasi. Kemudian, setelah bus way tidak dioperasikan lagi, penggemar sepeda lowrider keliling kota di jalur bus way mulai dari Taman Menteng, Bundaran HI, dan Monas,” paparnya.Menurut Gandung, ada lebih 100 orang penyuka sepeda low rider. Setiap anggota komunitas mempunyai 2-4 sepeda lowrider. Sedangkan yang ikut kontes sepeda lowrider sedikitnya 50 sepeda. Masing-masing punya keunikan dan daya tarik tersendiri.Keberadan komunitas sepeda lowrider ini, lanjut Gandung, sudah ada sejak 2004. Para penggemar kadang berburu sepeda mini antik jika berada di suatu daerah. Bahkan, jika ketemu di jalan, langsung ditawar. “Umumnya sepeda lowrider jenis sepeda mini keluaran tahun 1970-an. Sebab, kalau sepeda tipe keluaran sekarang, tak bisa dibentuk jadi sepeda lowrider. Batangan sepeda sekarang tidak kuat,” tandasnya.” Untuk modifikasi sedikitnya menghabiskan dana Rp2 juta. Sepeda lowrider umumnya, 80 persen fungsinya sudah berubah. Lebih banyak sepeda unik ini untuk pajangan saja. Ada banyak sepeda lowrider yang dibeli orang lain yang berminat, ada juga yang dipakai untuk pembuatan iklan fashion,” tambah Gandung.Kontes lowrider ini merupakan satu dari 21 jenis kegiatan di UrbanFest 2008 yang digelar secara kolaborasi oleh Kompas-Gramedia, Ancol, Radio Prambors, Institut Kesenian Jakarta, dan MetroTV.

(YURNALDI)————————————————————————————————04. SEPEDA LOW RIDER
Si Kontet yang Makin Dicari

Punya bentuk unik dan makin dicari. Ada dua pilihan mendapatkannya. Gerilya bagian satu per satu, atau membelinya utuh. Tetapi, kendala mengendarai justru menjadi halangan utama. Kenalan yuk sama sepeda “low rider”.Sepeda itu lebih cocok dipakai anak kecil dibandingkan orang dewasa. Ukurannya mungil dan berbentuk enggak seperti sepeda biasa. Tampilannya semarak. Rangkanya dicat meriah, bahkan ada yang di-chrome dengan finishing perak mengilat, atau emas yang kinclong.Setang sepedanya pun dibikin ala motor gede, dengan style choopper (itu lho setang motor yang tegak ke atas hingga kala mengendarainya posisi tangan hampir tegak lurus ke atas). Bahan untuk membuat setang sepedanya pun bukan dari besi biasa. Rantai kapal, sampai besi tempa untuk bahan dasar pagar rumah bisa dijadikan aksesori sepeda.Semua sepeda “ajaib” itu terjejer rapi di halaman rumah Beri, di kawasan Pondok Indah. Siang itu bareng seorang kawannya, Rezi, keduanya lagi asyik berdiskusi tentang keempat sepeda yang mereka bangun sendiri.“Gue sih sudah lama banget pengin punya sepeda kayak gini,” beber Beri. Maklum sepeda yang kental dengan gaya hidup orang kulit hitam di Amrik itu punya bentuk yang seru.“Biasanya sepeda jenis ini yang memakai anak geng kulit bewarna di Amerika,” jelas Rezi.Tren yang sudah ada dari zaman dulu itu makin naik seiring dengan seringnya video klip yang kental nuansa hip hop atau punk-nya diputer di televisi. Macam video klip Anthem-nya Good Charlote, atau malah Muka Tebal-nya Superman Is Dead. Enggak heran kalau sepeda seperti ini selalu dikaitkan dengan komunitas kulit berwarna di Amerika.Sayangnya, buat memiliki sepeda ini susahnya minta ampun. Enggak ada satu toko sepeda pun di Indonesia yang menjual sepeda jenis ini. “Waktu gue lagi di Amerika, gue enggak menemukan toko yang menjual sepeda seperti ini,” ungkap Beri.Sesampainya di Indonesia, Beri juga harus mengubur mimpinya dalam-dalam. Tapi, niatnya itu terwujud ketika tiga bulan lalu seorang kawan menawarkan sebuah rangka sepeda zaman dulu. “Gue pikir bisa nih dijadiin sepeda low rider (sebutan karib si sepeda kontet),” cetusnya lagi.Mulai deh hari dan kehidupannya (duh segitunya) dihabiskan untuk memenuhi impiannya sejak dulu. Aksesori tambahan yang enggak dijual di Indonesia dibikin secara prakarya olehnya. “Setangnya gue pakai rantai kapal. Gue las listrik dulu, baru gue finishing chrome,” tukas Beri lagi. Sekitar empat minggu dia habiskan waktu untuk membangun sepeda impiannya. “Kalau sudah tahu apa yang kita mau, pasti gampang sih. Soalnya sudah kebayang inginnya seperti apa,” tambah Beri.Order Bak seniman yang habis menyelesaikan karyanya. Beri pun melakukan “pameran” kecil-kecilan. Apalagi kalau bukan mengendarai sepeda kontetnya keliling daerah rumahnya. Ternyata ada yang melihat aksinya keliling kompleks. Sesampainya di rumah, beberapa kawannya menelepon dan meminta dibuatkan sepeda seperti miliknya. “Mulai deh gue kebanjiran order buat bikin sepeda seperti ini,” kenang Beri.Toh order yang datang kepada dirinya enggak bisa begitu saja dikerjakan. “Banyak yang datang ke gue, tapi belum tau mau dibikin apa sepedanya. Gue kasih masukan pasti ada saja yang kurang. Utamanya sih masalah dana,” tukasnya cuek. “Tapi, berhubung yang datang ke gue teman-teman gue juga, enggak mungkin gue tolak,” akunya lagi.Kalau kita tertarik, sebenarnya ada dua cara yang bisa kita lakukan untuk mengoleksi si kontet ini. Pertama, cara gerilya macam yang dilakukan Beri. Hunting satu per satu sampai semua parts lengkap.“Gue beli semuanya satu per satu. Rangkanya gue hunting sendiri,” ungkapnya. Maklum rangka sepeda low rider biasanya menggunakan “bangkai” sepeda kuno. Tahu sendiri dong barangnya enggak mungkin dicari di toko sepeda. “Kalau yang lain sih gampang. Ban sama velg biasanya masih ada yang jual,” ujarnya lagi.Cara kedua, cara instan seperti yang dilakukan Rezi. Alih-alih hunting ke tukang loak, nih cowok langsung membeli di negara pusatnya sepeda low rider, Amerika. “Kebetulan pas gue ke sana dan ada uang sisa ya sudah gue beli aja yang sudah jadi,” jelas cowok yang hobi memakai kacamata ini.Maklum, di Amerika pasar sepeda seperti ini sudah jelas. Jadi, toko yang menjual sepeda utuh dan aksesorinya juga bejibun. “Gue beli utuh mereknya Low Rider sekitar 300-an dollar,” ungkap Rezi.Capek Lambat laun komunitas—yang lebih suka disebut Beri sebagai habitat—mulai terbentuk. Dari hanya sendirian, kini Beri punya sekitar lima orang teman untuk diajaknya berkeliling dengan si kontet.Toh dari semua keasyikan membangun si kontet, ada satu kendala yang enggak Beri suka. Berhubung sepeda ini didesain sangat pendek, mau enggak mau mengayuh pedalnya memang agak ribet. “Kalau sudah ketemu tanjakan malas banget rasanya. Jadi, gue enggak pernah main jauh-jauh. Paling sekitaran rumah,” tukas Beri.“Soalnya, kalau di Amerika sendiri, nih sepeda memang bukan didesain untuk dikayuh, melainkan didayung menggunakan kaki. Karena negro-negro di Amerika menggunakan sepeda ini hanya di seputaran blok rumah mereka,” tambah Rezi lagi.Selain Beri, masih ada beberapa kelompok lain yang hobi mendandani sepeda low rider seperti ini. “Biasanya mereka nongkrong di Circle K Jalan KH Ahmad Dahlan. Mereka serius bener. Soalnya sepeda itu memang dipakai jalan,” jelas Beri.Atau malah di Bandung. Komunitas streetball yang ada di sana cukup akrab dengan komunitas sepeda low rider. “Biasanya kami ngumpulnya setiap hari Rabu malam. Gabung sama anak-anak break dance dan streetball,” beber Insane dedengkot streetball dari tim Future asal Bandung.Dengan bentuknya yang unik, sepeda seperti ini memang asyik untuk dikoleksi. Tinggal pilih caranya, mau yang instan apa yang gerilya? Pilihan ada di tangan kita.

ADHITYASWARA NUSWANDANA Tim MUDA————————————————————————————————05. SEPEDA LOWRIDER, TAK SEKADAR LIFE STYLE(09 Mar 2008, 292 x)

SATU lagi tren sepeda baru merambah kawula muda di Makassar. Apa itu? Yup, apa lagi kalau bukan lowrider, salah satu jenis sepeda dengan model unik. Begitu berbeda dengan model-model sepeda sebelumnya yang sempat booming, beberapa tahun belakangan.Lowrider jauh dari kesan modern dan sporty. Sepeda jenis ini justru lebih mirip sepeda tradisional onthel, namun terlihat lebih elegan. Meski modelnya agak konvensional, namun jenis sepeda yang satu ini ternyata lumayan digandrungi kalangan anak muda loh.Beberapa remaja di Makassar yang sudah memiliki lowrider mengaku tidak risih menggunakan lowrider di tengah semakin metropolitannya Kota Makassar. Sebaliknya, lowrider justru dianggap sebagai suatu life style baru yang punya banyak manfaat.Awi, misalnya. Cowok yang memiliki model rambur agak gondrong mengatakan, kehadiran lowrider memberi tawaran bersepeda yang tidak lagi sekadar untuk berolahraga dan mejeng di jalan. “Dengan memakai lowrider, termasuk sebagai kendaraan hang out atau pun untuk ke tempat kerja, saya merasa mendapatkan tambahan rasa percaya diri. Soalnya, kita merasa beda aja gitu sama yang lain. Lowrider lebih berkarakter,” ujar Awi, Jumat, 7 Maret.Tak jauh berbeda dengan Izul, seorang penggemar lowrider. Ia mengaku sudah cinta mati dengan jenis sepeda itu. Izul bahkan punya keinginan agar para pecinta lowrider menjamur di Makassar, dan bisa segera punya komunitas. “Kalau sudah ada komunitas, demam lowrider pasti akan lebih mewabah lagi,” ucap Izul.Yang tak kalah penting, katanya, kita bisa bergaya namun juga tetap bersahabat dengan lingkungan. Seperti yang dituturkan Izul, jika lowrider sudah banyak diminati, banyak manfaat yang bisa dipetik. “Yang pasti, tingkat polusi di kota ini pasti bisa ditekan. Paling tidak, para anak muda seperti kita ini bisa sedikit berperan memperlambat global warming,” tuturnya.Saat ini, lowrider memang belum terlalu booming di Kota Daeng. Masih kalah dibanding Jakarta dan Bandung. Menurut Awi, di dua kota tersebut, lowrider sudah benar-benar digilai, khususnya bagi mereka yang masih berusia remaja.Namun, bagi mereka yang penasaran dengan sepeda ini, di beberapa toko sepeda di Makassar, lowrider sudah bisa ditemui loh. Hanya saja, harganya memang lumayan bisa bikin kantong menipis. Lowrider dilepas ke pasaran dengan harga minimal Rp2 juta.
(imam dzulkifli)————————————————————————————————06. SEPEDA CEPER LEBIH GAYA

[Image: sepeda-ceper-lebih-gaya1.jpg?w=250&h=171]ANGGOTA komunitas sepeda ceper (“lowrider”) saat memperingati Hari Lingkungan Hidup di Bandung, 11 Juni 2008 lalu. Di kalangan komunitas sepeda “lowrider”, kepemilikan sepeda tersebut sekadar hobi atau kesukaan semata.* ADE BAYU INDRADIBANDINGKAN dengan jenis kereta angin lainnya, jenis lowrider diakui lebih menunjukkan gaya hidup dan citra pemakainya. Secara sepintas saja, dari modelnya orang sudah menilai kalau jenis lowrider hanya sepeda untuk gaya-gayaan.“Memang sepeda lowrider ini bukan sepeda untuk sarana olah raga atau transportasi. Saat ini, di kalangan komunitas sepeda lowrider sendiri, kepemilikan sekadar hobi atau kesukaan semata,” ujar Arief Budiman, salah seorang pegiat sepeda lowrider, di sela-sela kegiatan sosialisasi “Bike to Work” beberapa waktu lalu.Baru tiga tahun belakangan ini, kehadiran sepeda jenis lowrider mampu menarik hati peminatnya. “Namun, sejauh ini tuntutan peminat sekadar untuk ikut-ikutan tren atau life style,” ungkap Arief.Dibandingkan dengan sepeda-sepeda jenis lainnya, menurut Arief, lowrider membutuhkan perhatian lebih. Sebab, hampir semua bagian semisal ban, velg, dan setang berwarna krom, untuk perawatannya menggunakan krim khusus. “Untuk harga per unit, jangan ditanya, rata-rata di atas Rp 1 juta untuk yang standar. Oleh karena itu, banyak anggota komunitas memilih untuk membangun sendiri,” kata Kimung.Ciri fisik sepeda lowrider adalah memiliki setang yang tinggi (ape hanger) dan garpu depan yang panjang sampai hampir menyentuh tanah. Adapun jok yang dipakai adalah jok model pisang (banana seat) dengan sandaran (sissy bar) dari besi. Kerangka sepeda biasanya menggunakan model pelangi (rainbow bent frame).Selain itu, biasanya pemilik memberikan tambahan aksesori lain seperti penutup pentil ban, rumbai-rumbai, serta kaca spion khas sepeda motor Harley-Davidson. Aksesori itu dilengkapi dengan logo khas sepeda lowrider, seperti orang tersenyum, mata dadu, atau angka delapan pada bola biliar.Mengenai sebutan lowrider, menurut Kimung, merujuk pada sistem gerakan dari sebuah kendaraan yang dibuat lebih rendah dari ukuran normal. Sepeda ceper yang asalnya dari Amerika Serikat tersebut merupakan karya cipta George Barris, ahli mobil lowrider dan mulai diperkenalkan tahun 1960-an bersamaan dengan mulai dikenalnya tipe mobil lowrider.Lahirnya lowrider sendiri, berdasarkan sejarahnya, merupakan bentuk keprihatinan Barris akan keinginan anak-anak untuk turut merasakan sensasi kendaraan lowrider. Ternyata keprihatinan Barris mendapat sambutan pabrik sepeda Schwinn yang kemudian membantu untuk memproduksi dan pertama kali keluar model sepeda lowrider bernama New Cruiser Sting Ray (1964). Di Indonesia, sepeda ini sempat populer pada 1980-an. Namun, lima tahun kemudian, bersamaan dengan keluarnya sepeda jenis BMX, sepeda lowrider langsung tersingkir.Setelah berselang 25 tahun, sepeda ceper kembali naik daun. Awalnya, para pemakainya masih berpencar dan menikmati sepeda tersebut sendiri-sendiri. Setahun kemudian, komunitas sepeda mulai terbentuk di mana-mana, seiring dengan munculnya komunitas penunggang sepeda lain seperti Bike to Work dan Komunitas Sepeda Onthel.Kini di kala bersepeda menjadi life style yang mengangkat citra penggunanya, setiap pemilik lowrider seakan terus memuaskan diri. “Pehobi, terutama kolektor umumnya tidak hanya memiliki satu tunggangan lowrider, kalau tidak dua, bisa tiga atau bahkan lima,” ujar Kimung.Seperti koleksi yang dimiliki dirinya, tidak hanya lowrider Schwinn dengan bentuk standar pabrik, tetapi juga hasil modifikasi. Koleksi lowrider-nya dengan velg berbagai ukuran ring mulai dari ring 12, 14, 16, 20, 24, hingga yang 26 inci.Seperti halnya Kimung, para anggota komunitas lainnya juga memiliki kecintaan atau bahkan bisa dibilang gila kepada sepeda lowrider. Untuk menunjukkan gaya hidup di komunitasnya, mereka terus berlomba-lomba mengoleksi lowrider, mulai dari buatan tahun lama (antik) hingga merek dan jenis terbaru serta terunik. Di antaranya, selain merek Schwinn, juga ada merek Benny, Cruiser, dan lainnya dengan berbagai ukuran velg.Karena fungsinya hanya sebagai bagian dari gaya hidup, penggemar sepeda lowrider biasanya tidak pernah mengadakan acara mengayuh pedal untuk jarak yang sangat jauh, apalagi bersepeda hingga ke daerah yang sulit seperti tepi pantai atau lereng gunung. “Karena fungsi alat transportasi ini bisa dibilang lebih untuk bergaya. Tak berlebihan bila sebagian dari mereka menyebut sepeda lowrider sebagai show bike. Mereka pun seperti berlomba memodifikasi sepedanya agar tetap bergaya,” ungkap Gungun.Tingginya minat pemilik untuk memodifikasi sepeda ceper membuat para perakit sepeda (builder) lokal pun mereguk untung. Alasan para pencinta sepeda ini tetap memesan sendiri onderdil kepada pembuat sepeda karena bagi mereka bentuk sepeda yang dijual utuh di toko sangat standar, kurang gaya. Kendati belakangan sepeda jenis ini mulai bisa dibeli di beberapa toko secara lengkap, mereka tetap saja kebanjiran order.Kini, di tengah semakin maraknya penggila lowrider, muncul jenis lowrider twist. Jenis sepeda lowrider twist alias melintir, tidak hanya pada bagian setangnya, tetapi juga belakangan bagian kerangka, jeruji, hingga batang jok dan sandarannya ikut dipelintir.Dibandingkan dengan lowrider jenis lainnya, pemilik lowrider twist gengsinya lebih tinggi. Hal ini karena tingkat kerumitan yang sangat tinggi dan proses pembuatannya juga jauh lebih lama. Harganya pun antara Rp 6 juta sampai ada yang Rp 15 juta. Membangun gaya hidup dengan sepeda lumayan mahal juga! (Retno H.Y./”PR”)***

————————————————————————————————07. PARA
PENCINTA SEPEDA CEPERSelasa, 11 November 2008 | 15:30 WIB

[Image: para-pecinta-sepeda-ceper-1.jpg?w=279&h=175]TEMPO Interaktif, Jakarta: LelakiI muda itu dengan tekun mengelap sepeda berangka panjang di teras rumahnya di kawasan Kebayoran lama, Jakarta Selatan. Krim khusus tak lupa dioleskan ke velg sepeda beroda tiga itu. Sekejap saja, kereta angin itu terlihat cemerlang. Ritual ini dilakukan Haris Wirawan setiap bulan, menjelang dan setelah mengikuti pertemuan anggota komunitas Jakarta Street Lowrider.Haris memang sangat hati-hati merawat sepeda ceper kesayangannya itu. Maklum saja, kereta angin itu telah menghabiskan dana tak kurang dari Rp 8 juta. Semula dia hanya membeli kerangka sepeda tersebut dengan harga Rp 1,5 juta. Selanjutnya, secara bertahap, dia membeli berbagai onderdil, seperti ban, velg, dan setang khusus.Berbagai aksesori lain ditambahkan, seperti penutup pentil ban, rumbai-rumbai, serta kaca spion khas sepeda motor Harley-Davidson. Aksesori itu dilengkapi dengan logo khas sepeda lowrider, seperti orang tersenyum, mata dadu, atau angka delapan pada bola biliar.Selama tiga tahun ini, Haris membangun sepedanya hingga benar-benar bisa disebut sepeda lowrider. Ciri fisik sepeda ini jelas: memiliki setang yang tinggi (ape hanger) dan garpu depan yang panjang sampai hampir menyentuh tanah. Adapun jok yang dipakai adalah jok model pisang (banana seat) dengan sandaran (sissy bar) dari besi. Kerangka sepeda biasanya menggunakan model pelangi (rainbow bent frame).Sebutan lowrider, kata Haris, merujuk pada sistem gerakan dari sebuah kendaraan yang dibuat lebih rendah dari ukuran normal. Tidak hanya sepeda yang punya jenis lowrider. Alumnus Universitas Pancasila, Jakarta, ini menyebutkan, ”Mobil dan sepeda motor yang dibuat lebih rendah dari ukuran normal juga disebut lowrider.”Sepeda ceper yang kini kembali digemari di Tanah Air itu semula berasal dari Amerika Serikat. Pada 1960-an, ahli mobil lowrider, George Barris, memperkenalkan sepeda ini kepada khalayak. Ketika itu, mobil jenis yang sama tengah ngetren di sana. Sayang, hobi mobil hanya bisa dijalani orang dewasa yang sudah punya surat izin mengemudi. Maka Barris pun beralih ke sepeda. Dengan begitu, semua kalangan, termasuk anak kecil, bisa merasakan sensasi lowrider.Sepeda buatan Barris itu ternyata disambut meriah masyarakat di sana. Pabrik sepeda Schwinn kemudian mengeluarkan model sepeda lowrider bernama New Cruiser Sting Ray pada 1964. Di Indonesia, sepeda ini sempat populer pada 1980-an. Namun, lima tahun kemudian, sepeda BMX muncul dan langsung menyingkirkan sepeda lowrider.Setelah berselang 25 tahun, sepeda ceper kembali naik daun. Awalnya, para pemakainya masih berpencar dan menikmati sepeda tersebut sendiri-sendiri. Setahun kemudian, komunitas sepeda mulai terbentuk di mana-mana, seiring dengan munculnya komunitas penunggang sepeda lain seperti Bike to Work dan Komunitas Sepeda Onthel.Beberapa penggemar sepeda lowrider sampai memiliki lebih dari satu kereta angin ini. Haris, yang merupakan koordinator Jakarta Street Lowrider, bahkan punya 12 sepeda lowrider dari berbagai ukuran. Koleksinya sepeda dengan velg ukuran ring 12, 14, 16, 20, 24, dan 26 inci. Lima lainnya masih berupa kerangka, antara lain sebuah sepeda merek Schwinn. Salah satunya dibeli di Madiun, Jawa Timur.Ketika dibeli, sepeda Schwinn tersebut telah berkarat. Beruntung, Haris tahu bengkel yang mampu memperbaiki dan mengecatnya kembali hingga seperti baru. ”Nanti akan saya krom di bengkel langganan saya,” kata pemilik usaha warung telekomunikasi di Jalan Prapanca, Jakarta Selatan, ini.Haris hanyalah satu dari ribuan penggemar sepeda lowrider. Tidak hanya di Jakarta, mereka tersebar ke berbagai penjuru Tanah Air. Mereka membentuk puluhan komunitas, seperti Jakarta Street Lowrider, IKPN Lowrider, Hell O Shorty Family, dan Sunset Riders di Jakarta. Di Bandung ada beberapa komunitas, seperti Slowrider, Pedal Power, Luxurious Lowrider, Heroes Bike, dan Flower City Rider. Selain itu, muncul pula Monkey Bike Lowrider Community di Medan dan Komunitas Low Rider Surabaya.Para anggota komunitas ini tentu saja begitu cinta atau bahkan bisa dibilang gila kepada sepeda lowrider. Dedy Supanto, 26 tahun, misalnya, kini mengoleksi tiga sepeda. Dua di antaranya bermerek Benny dan Schwinn yang memiliki velg dengan ring 20 inci. Satunya lagi, bermerek Cruiser, memiliki velg dengan ring 26 inci. Yang paling mahal, kata desainer grafis penerbit Mizan ini, adalah Schwinn buatan 1977. ”Udah habis lebih dari Rp 5 juta,” kata lelaki yang akrab dipanggil Hedot ini.Awalnya, Dedy memperoleh kerangka sepeda itu dengan harga hanya Rp 100 ribu dari seorang anak kecil di Ciledug, Tangerang, Banten. Lantaran sudah banyak karatnya, kerangka itu lalu dibersihkan dan dicat ulang. Setelah itu, berbagai aksesori pun ditambahkan. Dari semua onderdil dan aksesori, bagian paling mahal adalah dua roda dan kerangka tambahan di belakang. ”Harganya sekitar Rp 2,4 juta,” ujar Dedy.Tentu saja, ada juga penggemar yang hanya memiliki satu sepeda siap pakai. Lilik Sapta, 27 tahun, misalnya. Dia memang punya dua kerangka sepeda ceper lain. Tapi, kata pria yang biasa dipanggil Ata ini, ”Masih nunggu duit untuk bisa dibangun.” Lilik biasanya memperoleh informasi tempat membangun sepeda ceper saat pertemuan para anggota komunitas lowrider. Terutama, kata Haris, tempat untuk memperoleh onderdil yang tergolong langka.[Image: para-pecinta-sepeda-ceper-2.jpg?w=280&h=171]Penggemar sepeda lowrider biasanya tidak pernah mengadakan acara mengayuh pedal untuk jarak yang sangat jauh, apalagi bersepeda hingga ke daerah yang sulit seperti tepi pantai atau lereng gunung. Soalnya, kata Haris, ”terus terang saja, enggak nyaman naik sepeda begini lama-lama.” Maklum, fungsi alat transportasi ini bisa dibilang lebih untuk bergaya. Tak berlebihan bila sebagian dari mereka menyebut sepeda lowrider sebagai show bike. Mereka pun seperti berlomba memodifikasi sepedanya agar tetap bergaya.Tingginya minat pemilik untuk memodifikasi sepeda ceper membuat para perakit sepeda (builder) lokal pun mereguk untung. Kendati belakangan sepeda jenis ini mulai bisa dibeli di beberapa toko secara lengkap, mereka tetap saja kebanjiran order.Ya, para pencinta sepeda ini tetap memesan sendiri onderdil kepada pembuat sepeda. Bagi mereka, bentuk sepeda yang dijual utuh di toko sangat standar, kurang gaya. ”Kalau pesan, bisa memilih model semaunya sendiri,” kata Yudi Kartono, 37 tahun, salah satu perakit sepeda lowrider.Yudi lantas mencontohkan kegilaan penggemar pada sepeda lowrider jenis twist alias melintir. Sebagian besar besi sepeda itu dibuat dari besi melintir. Tidak hanya kerangka, setang, atau jeruji, tapi juga jok dan sandarannya. Jangan salah, semua bagian itu dibuat dari lempengan besi, termasuk untuk setang.Lempengan setebal empat milimeter itu dipotong, lalu dipelintir dan ditekuk, hingga menjadi setang sesuai dengan minat pemesan. ”Setelah itu, baru dikrom,” kata Yudi, yang membuka bengkel di Jalan Radio Dalam, Jakarta Selatan, sejak 2005.Sepeda lowrider twist, kata Yudi, memiliki tingkat kerumitan tinggi. Tak aneh bila proses pembuatannya juga jauh lebih lama. Dalam sebulan Yudi mampu membuat tiga sepeda lowrider biasa, tapi untuk jenis sepeda melintir paling-paling dia hanya bisa menyelesaikan dua sepeda. Wajar pula kalau harga sepeda jenis ini mencapai Rp 6 juta. Padahal, jika bentuk besinya standar, sepeda rakitan itu bisa dilepas dengan harga sekitar Rp 2 juta saja. Wah!
Nur Hidayat————————————————————————————————
08. Melihat Komunitas Bangkalan Low Rider (BLOWR)

Komunitas Low Rider Fiber Pertama di IndonesiaAwalnya komunitas ini hanya ada di kota-kota besar di Indonesia, khususnya Pulau Jawa. Perkembangan teknologi membawa hobi bersepeda unik ini sampai juga di Pulau Madura. Meski masih minim, peminatnya tergolong banyak dengan pertumbuhan yang drastis. Dari dua orang kini sudah menjadi belasan dan masih akan bertambah lagi.Adalah Dana dan Ajis yang pertama memopulerkan sepeda unik ini. Di dunia mereka, sepeda unik ini diberi nama low rider. Sebab, bentuknya memang lebih pendek dan lebih panjang dari sepeda pada umumnya. Setir dan bodinya sama sekali beda dengan sepeda yang biasa dipakai masyarakat umum, semua sudah dimodifikasi.Seluruh pecinta sepeda rendah ini menamakan dirinya Bangkalan Low Rider disingkat BLOWR. Mereka terdiri dari pemuda yang masih duduk di bangku SMP dan SMA. Tapi, untuk hobi mereka sama nekatnya dengan orang dewasa yang sudah lama menekuni hobi tertentu.Markas BLOWR di Klinik Fiber 32, Kampung Lobuk, Desa Ketengan, Kelurahan Tunjung Bangkalan. Tempatnya tak jauh dari keramaian tapi cukup tenang untuk berkonsentrasi memikirkan model yang pas untuk membuat “sepeda baru”.Di markas BLOWR koran ini menemui Yudi dan Nanang. Mereka berdua adalah pengerajin fiber yang juga teknisi pinter BLOWR. Tangan mereka lincah dalam memodifikasi sepeda biasa menjadi low rider. Mereka berdua adalah orang yang membuat BLOWR menjadi komunitas low rider pertama di Indonesia yang memodifikasi sepeda menggunakan fiber.“Komunitas ini kami resmikan saat pertama kali melakukan tur ke Surabaya. Tepatnya tanggal 22 Desember 2008,” ujar Yudi mengawali sejarah komunitas sepeda yang juga digawanginya.Orang pertama yang membawa “ide gila” membuat sepeda menjadi lebih rendah tersebut datang dari pemuda bernama Dana. Pemuda yang bekerja di sebuah apotik Bangkalan itu memiliki sepeda sejak ada di Surabaya. Sebab, Surabaya lebih dulu punya komunitas serupa.Selesai kuliah Dana membawa sepedanya ke Bangkalan. “Ajis, adik saya pengin sepeda seperti punya Dana. Kalau beli mahal, akhirnya saya dan Nanang punya inisiatif untuk bikin sendiri,” kenang Yudi. Karena keduanya sudah mahir memainkan fiber, model sepeda mirip motor Harley Davidson pun akhirnya jadi.Proses pembuatan sepeda pertama itu memakan waktu selama satu bulan. Pasalnya, setiap ada sisi yang tidak memuaskan, ketiga kakak beradik itu membongkarnya kembali. “Setelah beberapa kali perombakan, akhirnya sepeda pertama model Hammer Sez kami selesai,” ungkap Yudi.Jadilah Dana dan Ajis unjuk gigi di jalan alun-alun depan pendapa agung Bangkalan. “Mereka nongkrong berdua saja di alun-alun. Teman-teman Ajis lalu datang dan hampir semuanya tertarik. Sejak itu dari 2 orang menjadi 13 orang,” terangnya. Di antara teman Ajis, sambungnya, juga ada Ra Makrom, anak Wakil Bupati Bangakalan Syafik Rofii. “Ra Makrom punya 2 sepeda tapi tidak pernah keluar. Lama-lama dia akhirnya bergabung,” tandas Nanang.Dibuat Dari Sepeda Baru dan RongsokanSaat koran ini datang ke markas BLOWR, Yudi dan Nanang sedang membedah sedikitnya 5 sepeda. Bahan yang mereka pakai untuk modifikasi adalah besi sepeda yang dibawa sendiri oleh si pemesan yang tertarik masuk komunitas BLOWR. Besi rongsokan sepeda atau sepeda yang baru dibeli pun ada di gudang mereka dan siap “dipotong-potong”.Diceritakan, saat pertama kali BLOWR mendapatkan tambahan anggota, keduanya menyelesaikan 9 sepeda dalam 3 minggu. Pasalnya, mereka mengejar target liburan untuk melakukan tur ke Surabaya yang belakangan dijadikan hari jadi mereka. Itu adalah capaian terbaik Yudi dan Nanang selama bergelut dengan fiber.“Jadi, waktu pertama masuk 9 anak itu langsung berpencar. Ada yang menyerbu tukang rongsokan sepeda dan ada juga yang membawa sepeda utuh ke sini. Sepeda fun bike itu yang mereka suruh bongkar,” aku Yudi sambil memperlihatkan sepeda serupa yang belum dibongkar.Model sepeda diambilnya dari internet. Sebab, di luar maupun di dalam negeri komunitas sepeda ini sangat eksis. Jaringan mereka luas dan sering melakukan komunikasi via email dan telepon. “Nah, kalau desain biasanya yang mengurus adik saya si Ajis itu. Dia juga bagian yang paling sibuk karena harus keluar untuk mendesain bentuk sepeda di tukang las,” paparnya.Berapa dana yang dihabiskan? Dibandingkan membeli sepeda jadi, biaya yang dikeluarkan untuk membuat sepeda ini jauh lebih murah. “Kalau beli biasanya sampai Rp 2 juta atau lebih. Sedangkan bikin sendiri sekitar Rp 500 ribuan,” ungkapnya. Dana itu dipakai untuk kebutuhan desain (las dan fiber), ban, peleg dan cat di sentuhan akhir pembuatan.Model sepeda unik ini cukup bervariasi. Di antaranya Hammer Sez, Low Rider, Cruiser, Copper, Limo dan Bazman. Namun, di daerah lain modifikasi sangat bergantung pada budayanya. “Kalau di Jogja senang yang model lama. Soalnya di sana anggota komunitasnya banyak orang tua juga,” ulas Nanang.Diungkapkan, dalam waktu dekat komunitas ini diundang untuk acara pembukaan sebuah distro di Surabaya. Karena itu Yudi dan Nanang juga kejar target untuk menambah anggota dan sepeda di komunitas. “Pak wakil bupati sangat mendukung kami. Apalagi anaknya juga ikut di komunitas ini. Dia janji mau sumbang angkutan pikap sampai Kamal kalau BLOWR tur ke Surabaya lagi,” pungkas Nanang. (nur rahmad akhirullah)Jawa Pos / Minggu, 08 Februari 2009
————————————————————————————————09. LOWRIDER, SI MINI YANG MODIS

[Image: low-rider-si-manis-yang-modis-1.jpg?w=226&h=182]Tim Peliput : Farma Dinata – Joni Suryadi – Hengki WirramadaNarator : Arni Gusmiarni Editor : Bagus AndriansariTayang : Rabu, 27 Agustus 2008, Pukul 12.30 WIB indosiar.com, Jakarta - Belakangan trend naik sepeda bukan cuma untuk olahraga yang menyehatkan, tapi sudah bergeser menjadi arena bergaya. Tidak percaya ? Coba deh kita lihat yang ini.[Image: low-rider-si-manis-yang-modis-2.jpg?w=128&h=122]Ini dia yang namanya Lowrider, sebutan bagi sepeda hasil modifikasi. Istilah Lowrider muncul sebab pengendarai sepeda ini duduk di sadel yang lebih rendah dibanding sepeda lain alias ceper, sedangkan bentuknya terserah si pemilik mau dibikin gimana.Konon nih sepeda Lowrider pertamakali muncul di Amerika disekitar tahun 60 an pada saat mobil ceper lagi jadi trend dikalangan anak mudanya. Tapi karena tidak semua punya mobil akhirnya muncul ide modifikasi sepeda, seperti layaknya mobil ceper.Malah bukan hanya ketinggiannya dipendekin bagian lain sepeda juga di dandanin, karena bentuknya yang unik sepeda ceper pun akhirnya jadi trend tersendiri yang meluas ke mancanegara termasuk Indonesia. Bisa dibilang sejak sekitar tahun 2005 komunitas pencinta sepeda unik ini mulai menjamur ke tanah air.[Image: low-rider-si-manis-yang-modis-3.jpg?w=226&h=181]Di Jabodetabek misalnya cukup banyak berdiri komunitas sepeda Lowrider. Pada Minggu ke 4 setiap bulan biasanya suka pada ngumpul tuh di Gelora Bung Soekarno, Senayan, Jakarta. Jumlahnya bisa mencapai belasan komunitas. Seperti komunitas Sunset Lowrider yang lebih suka bersepeda malam hari karena kebanyakan anggotanya meski kerja saat siang dan biasanya mereka ngumpul untuk satu tujuan yaitu ngeceng.Sepeda kayak gini memang dirancang khusus buat jalan nyantai diatas aspal rata. Lewat dijalan agak nanjak aja ngayunnya bisa setengah mati, makanya bisa dibilang ini buat gaya-gayaan aja mencurahkan imajinasi bersepeda.Secara umum sepeda Lowrider punya bentuk melengkung yang biasa disebut busur atau rainbow pada bagian tengah sasisnya. Terus ada juga yang disebut sepeda cewek ditandai dengan bentuk sasisnya landai melengkung kebawah.Walau terlihat sederhana penghobi Lowrider harus siap merogoh kocek, paling tidak harus siap dana minimal 1,5 juta rupiah tapi tenang bisa dicicil kok.Namanya juga hobby ya, berapa pun bakal diusahainlah pastinya, apalagi bagi yang punya jiwa seni. Wuah… cocok banget kalau punya mobil Lowrider ! Tapi toh ada meski jadi keprihatinan pada penggemar Lowrider yang umumnya dikeluhkan juga sama mereka yang punya hobby bersepeda.Iya ya kalau perginya naik sepeda gini terus parkirnya gimana ya ? Padahal selain mengurangi polusi udara keberadaan komunitas macam gini juga ikut menggerakkan roda industri kreatif yang sekarang banyak digalang kalangan muda. Seperti yang satu ini sebuah tempat modifikasi sepeda Lowrider dikawasan Cipete, Jakarta Selatan.[Image: low-rider-si-manis-yang-modis-4.jpg?w=228&h=181]Sebagai penggemar Lowrider pastinya paham banget apa yang jadi kebutuhan untuk memuaskan hobby mendandani sepeda bergaya unik itu. Berbekal pengalaman dan pengetahuan Abdul Latief, yang memang cinta berat sama si Lowrider ini akhirnya membuka bengkel modifikasi 34 Garase di garasi rumahnya bersama sejumlah temannya sesama penggila Lowrider.Bahkan Abdul Latief yang sebelumnya bekerja sebagai pegawai kantoran sampai rela berhenti kerja demi menfokuskan diri pada bisnis barunya ini yang dianggap lebih menjanjikan. Nah .. nah dari hobby jadi bisnis ! Pastinya menjalaninya juga lebih enjoy kan ? Daripada pusing mikirin harga BBM mendingan kayak gitu deh. Produktif dan hitung – hitung menciptakan lapangan pekerjaan. (Dv/Sup).
————————————————————————————————10. LOW RIDER, SEPEDA CEPER YANG MENCURI PERHATIAN
[Image: low-rider-slalom-contest.jpg?w=298&h=225]KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO[Image: images-php.jpg?w=240&h=160]Pecinta sepeda low rider mengikuti low rider slalom contest di Urbanfest’08, Pantai Carnaval, Ancol, Jakarta, Minggu (29/6). Beragam atraksi dan budaya urban digelar untuk meramaikan acara ini.Minggu, 29 Juni 2008 | 18:19 WIBJAKARTA, MINGGU – Di antara puluhan stan yang berada di area Urbanfest’08, yang paling tak pernah sepi dikunjungi yakni venue paling ujung dekat main stage yang memajang puluhan sepeda low rider hasil modifikasi.Sepeda low rider yang dipajang tersebut hampir semuanya unik. Bila dilihat dari bentuknya yang paling klasik hingga yang modern dengan ornamen sound system dan audio video, semuanya lengkap ada di stand. Keunikan bentuk dan struktur frame, jok dan stang menjadi penilaian dalam Urbanfest Lowrider Contest’08.Menurut juara pertama Best of The Best kontes tersebut Dicky, sepedanya terpilih karena pengerjaannya detil dengan lapisan emas 24 karat di frame, jeruji ban dan stang. “Sepeda ini selesai proses pengerjaan sekitar tiga bulan. Kendalanya hampir tidak ada, hanya sulit mencari tempat yang bisa mengerjakan proses gold plated,” ujar pria asal Bandung tersebut.Keunikan lainnya, di belakang jok terdapat satu set CD Player untuk peralatan disk jockey (DJ). “Saya biasa pakai ini untuk DJ di acara-acara komunitas. Asik pokoknya, dari sesuatu yang sederhana, kita bisa tetep fun,” tutur Dicky.Setelah pemenang kontes low rider diumumkan, komunitas sepeda ceper itu ber-free riding di area Urbanfest bersama beberapa personel band Superman is Dead. Menurut salah satu pengendara sepeda low rider Ipang, berkreasi memodifikasi sepeda lowrider adalah seni sekaligus hobi yang tak bisa ditinggalkannya. “Kita bisa ekspresikan diri melalui tiap detil modifikasi hingga menghasilkan bentuk yang unik tapi tetap nyaman dikendarai,” ujar remaja asal Jakarta tersebut.
[C6-08]————————————————————————————————11. LOW RIDER SEPEDA GAUL
[Image: low-rider-sepeda-gaul-1.jpg?w=463&h=205]
[Image: low-rider-sepeda-gaul-2.jpg?w=108&h=199]New Bikes on the Block! Sepeda lowrider sekarang lagi eksis banget. Di akhir minggu, biasanya para pemilik sepeda lowrider ngumpul bareng dan keliling-keliling kota. Persis kayak geng motor gede, tapi yang ini lebih ramah lingkungan.Sejarah sepeda ini sendiri berasal dari Amerika Serikat. Adalah George Barris yang mengenalkan sepeda ’ceper’ ini di tahun 1960-an. Barris aslinya adalah ahli modifikasi mobil ceper, yang saat itu memang lagi ngetren banget di Amerika. Nah, karena hobi mobil lowrider hanya bisa dilakukan orang-orang kaya, akhirnya Barris terpikir bikin sepeda ‘ceper’. Biar semua orang bisa ikut menikmati sensasi memodifikasi alat transportasi itu.Ternyata, banyak banget warga Amerika yang suka dengan ide Barris itu, terutama warga kulit hitam dan Latin asal Meksiko. Melihat semangat itu, akhirnya pabrik sepeda Schwiin mengeluarkan model sepeda lowrider, yang dinamakan New Cruiser Sting Ray, pada tahun 1964. Melihat antusiasme penduduk Latin dan kulit hitam Amerika, Schwiin juga menambahkan lapisan krom, biar terlihat semakin blink- blink, sebagai ciri khas mereka.Keunikan dari sepeda ini sebenarnya terletak pada kreativitas si pemakai dalam melakukan modifikasi. Nggak heran kalau pengendaranya sering terlihat bangga banget dengan sepedanya. Salah satu ciri utama sepeda lowrider adalah stang yang dibentuk mirip motor gede ala Harley Davidson. Rangkanya pun biasa berbentuk pelangi (melengkung). Lalu di bagian stang, biasanya diberi rumbai-rumbai penghias. Ih, centil, ya?! Hehehe… Sadel atau kursi sepeda lowrider biasanya punya sandaran, sehingga nyaman dikendarai. Sadel sendiri biasanya rendah, malah sering lebih rendah daripada pedalnya. Karena itu cara mengendarainya cenderung sulit. Butuh adaptasi dulu, sampai kita terbiasa dan bisa menguasainya dengan nyaman.Yang menarik, kebiasaan pengendara sepeda gaul ini nggak jauh beda dengan pengendara motor gede atau mobil ceper. Buat cowok-cowok, biasanya suka bonceng ceweknya saat lagi keliling kota, tuh! Sayangnya, nggak semua sepeda lowrider punya kerangka yang cocok buat dinaiki 2 orang. Tapi, tenang, kita masih tetap bisa ‘ngeksis’, kok. Soalnya ada juga lho, sepeda lowrider khusus cewek. Kerangkanya nggak terlalu rendah dan ringan, bikin kita lebih mudah mengemudikannya. Apalagi biasanya sepeda khusus cewek ini dicat dengan warna-warna soft, kayak pink atau biru muda. Pas banget tuh, buat kamu yang senang tampil girly.[Image: low-rider-sepeda-gaul-3jpg.jpg?w=198&h=166]Sebenarnya harga sepeda ini nggak terlalu mahal. Apalagi kalau kita hobi modifikasi. Dengan sepeda milik ortu jaman dulu, kita bisa mengotak-atik jadi sepeda lowrider. Tapi kamu juga bisa beli sepeda lowrider yang udah jadi kok, tapi harganya jadi lebih mahal. Jadi, sebenarnya mahal atau nggaknya sepeda ini, tergantung juga dari seberapa keren modifikasinya dan bahan-bahan yang digunakan. Kalau mau tinggal naik dan langsung ’eksis’, berarti harus keluar budget lebih gede![Image: low-rider-sepeda-gaul-34.jpg?w=494&h=76] JAKARTA Ace Hardware, salah satunya di Mal Pondok Indah II, Blok B2, Jl. Menara Duta Niaga Blok B5, Jakarta Selatan / Telp. (62-21) 7561228.Jakarta Street Lowrider,http://myspace.com/jakartastreetlowrider.Hell O Shorty, Custom Lowrider and Chopper Bicycle Workshop, http://myspace.com/hell_o_shorty BEKASI Pirates Lowrider, Komp. Pemda Jatiasih, Blok.B, Jl.Yudistira No.9, Pondok Gede / Telp (62-21) 9526.1001 / E-mail: pirates_low_rider@yahoo.co.id. YOGYAKARTA

Studio Jokejaku, Jl. Gamelan Lor No. 18 / E-mail: handri9@yahoo.com

————————————————————————————————

12. LOW RIDER MASUK INDONESIA

Perkembangan sepeda Lowrider di Amerika bermula pada tahun 1960-an dari komunitas para imigran mexico, yang lebih dikenal dengan CHICANO.Berawal dari kebutuhan akan eksistensi agar keberadaan mereka sebagai pendatang diakui oleh masyarakat setempat, mereka mulai membuat suatu karya seni melalui media mobil dengan mempergunakan mobil – mobil tua khususnya merk Chevrolet yang akhirnya berkembang pesat menjadi LIFE STYLE yang lebih dikenal dengan HISPANIC CULTURE atau kebudayaan Masyarakat Latin. Pada perkembangannya, mereka mulai mempergunakan media lainnya yaitu sepeda sebagai tempat menuangkan apresiasi seni. Dalam sepeda sendiri mempunyai konsep yang hampir sama dengan jarahan modifikasi mobil, identik dengan Low n Slow yang memang dikhususkan untuk para Poser( tukang nampang ), pada perkembangannya baik dalam memodifikasi mobil & sepeda sudah mempergunakan suspensi HIDROLIK dan pemakaian warna yang Colorfull ( Blink – blink ).

[Image: low-rider-masuk-indonesia.jpg?w=300&h=224]

Pada tahun 2000-an, trend sepeda Lowrider baru mulai masuk ke Indonesia, bermula dari kota besar seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan kemudian mulai berkembang ke kota kota lainnya di Indonesia. Mulai terasa gaungnnya setelah Tabloid MotorPlus Meliput anak-anak Jakarta Selatan untuk dimuat ditabloid tersebut sekitar tahun 2006.Awalnya di Bandung sendiri dimulai dengan jenis cruiser dengan roda 26 inch + 3 speed yang telah beredar dengan merk polygon cruiser, sedangkan untuk jenis choppernya win cycle pertama kali mengedarkannya. Untuk mereka yg mempunyai budget lebih mereka lebih suka meng import langsung dari Amerika untuk perlengkapan maupun fullbike, salah satu importirnya adalah Mr. Oktaf (Royal Queen) yang masih aktif sampai saat ini meramaikan dunia persepedaan di Bandung.Sedangkan untuk yang budgetnya pas-pasan mulai lah perburuan ke tukang-tukang loak sepeda untuk mencari sepeda mini jadul (atau disebut juga stingray) untuk di rekondisi maupun di modif. Beda lagi dengan Mang Oplu, setelah puas berburu sepeda mini … akhirnya ketemu dengan Epul Chommet yang memperlihatkan gambar-gambar dari internet berupa sepeda chooper dengan gaya roda besar di depan dan roda kecil dibelakang. Akhirnya dengan referensi gambar tersebut sepeda kepunyaan anaknya dijadikan bahan eksperimen untuk dijadikan sepeda chopper dengan menggunakan roda 20″ di depan dan roda 16″ di belakang, berkat bantuan Kang Ibenk, Deni dan keahlian Pak Wawan (Jl. Bogor) sebagai tukang las akhirnya terwujud sepeda tersebut. Gara gara bereksperimen akhirnya Mang Oplu pun gatal untuk membuat sepeda selanjutnya untuk ukuran dewasa dengan roda depan 24″ dan roda belakang 20″. dan beredar pertama kali saat Pasar Seni ITB 2006 dan saat Bandung Bike Week (HDCI).Saat itu sepeda stingray adalah pilihan yang bagus untuk di modif dan referensi gambar nya pun banyak berdedar di internet terutama di lowrider magazine. Para Builder motor pun ada yang membuat, salahsatunya adalah Indra Bluesmann, Rudy Flyiing Piston Garage yang mulai unjuk gigi pertama kali saat acara Ogre custom with Kelpie Automotive Fiesta 2007 present ” 1st Indonesia Custom Bicycle contest 2007” di Monumen Perjuangan jalan Dipati Ukur pada tanggal 23 Juni 2007.Iyus Blackjuice (pedal power) pun saat ini masih aktif memodif sepeda maupun membuat komponen variasi unutk sepeda lowrider mulai dari kaca spion sampai dengan springer untuk sepeda. Dan Ko’ Wawa (toko sepeda di Jl. Veteran sebelah sinar Bangka) akhirnya mensupport untuk melengkapi komponen sepeda seperti mereplika batang sepeda stingray ataupun mengimport komponen / fullbike.Akhirnya Komunitasnya pun terbentuk dengan sendirinya, dengan selalu berkumpul tiap Jum;at sore di Taman Cikapayang jalan Dago berkumpul bareng dengan Komunitas “Bike to Work”. Dan di Jakarta ada bro Hafiz (Virgin) yang aktif berpartisipasi meramaikan lowrider bicycle.

————————————————————————————————
13. Komunitas Low Rider
Dari Ceper Hingga Pernak Pernik

[Image: komunitas-sepeda-lowrider.jpg?w=108&h=200]Komunitas motor dan komunitas mobil di Indonesia kini sudah banyak dikenal masyarakat. Sekarang giliran komunitas pecinta sepeda yang mulai menggeliat dan menunjukkan hasil karyanya di dunia lifestyle sport. Dan kemudian kalo diperhatikan lagi trend dalam dunia lifestyle sport bergeser pada dunia lowrider. Yakni, sepeda dengan modifikasi khusus ala motor Choppers membuat dunia serasa jadi orang Chicano. Komunitas-komunitas lowrider pun banyak ditemukan di beberapa kota besar seperti Bandung, Bali, dan Jakarta. Salah satunya adalah komunitas lowrider Lonely King asal Bali yang dikomandoi oleh Jerinx, drummer Superman Is Dead. Dengan berbagai modifikasi dan style, maka geliat anak muda semakin terasa menggembirakan. Setidaknya ini adalah nafas segar buat style anak muda saat ini. Selain skate dan BMX, setidaknya lowrider adalah gaya anak muda urban yang seolah ingin menunjukkan rasa kekerenannya.

[Image: low-rider-1.jpg?w=200&h=267]

Lowrider bermula sebagai elemen budaya Chicano Americans atau bagian dari street culture di Amerika yang masih menjadi bagian dari imigran Meksiko. Lowrider telah menjadi produk urban culture, dan crossover antara Harley dan cruiser bikes. Biasanya lowrider dapat ditemui dalam parade atau karnival orang-orang Amerika. Popularitas lowrider mulai menanjak pada akhir tahun 70-an karena penggabungan dua kultur antara Califoria car culture dengan Mexican culture. Lowrider seringkali dikaitkan dengan produk-produk budaya Chicano lainnya macam Chevy Impala/ Impala SS, Chevy’s, Tattoo’s, Zootsuits. Pachuco’s, dan Zootsuit Riots.Dengan penampilan yang tak kalah nyentrik,mereka menunjukkan jati diri berbeda. Sepeda ceper zaman ’70-an yang dimodifikasi dengan berbagai gaya baru yang unik. Setang panjang model chooper, sedangkan bodi hingga ban dibuat klasik, dengan permainan warna-warni yang cerah. Style sepeda menunjukkan jiwa muda yang penuh ga[Image: 878561_kontesdetail2.jpg?w=300&h=229]ya. Dan komunitas-komunitas pecinta lowrider yang berada di Jakarta semakin banyak. Untuk Jakarta saja, yang tergabung dalam komunitas Jakarta Street Low Rider mencapai 400 orang. Masing-masing orang umumnya memiliki beberapa sepeda. Komunitas yang terbagi dalam beberapa wilayah atau yang biasa disebut chapter. Dan di Jakarta sendiri memilik enam chapter sesuai dengan pembagian wilayah kota Jakarta itu sendiri. Sunset Riders[Image: komunitas-low-rider-jakarta.jpg?w=300&h=225]Lowrider sendiri merupakan representasi kekerenan urban culture, jadi sepeda ini seringkali dipakai untuk rileks setelah capek kerja. Komunitasnya memiliki jumlah yang banyak dan seringkali ditemui pada akhir pekan atau hari libur. Dan hal ini seperti yang dilakukan Sunset Riders, yakni salah satu komunitas lowrider yang berada di chapter Pusat. Komunitas lowrider yang terbentuk sejak pertengahan tahun 2006 ini biasanya jalan-jalan bareng ke sebuah tempat seperti wilayah Cikini, Menteng, ataupun Jalan MH Thamrin tiap Sabtu malam.Dan tidak hanya itu komuntas ini juga kerap mengikuti kontes, hunting barang-barang sepeda, hingga membuat sepeda sendiri, adalah kegiatan yang sering dilakukan para anggota komunitas Sunset Riders. Para anggota komunitas ini sering sekali memproduksi atau memodifikasi sepeda-sepeda yang mereka miliki. Melihat keunikan yang ada pada sepeda-sepeda kecil itu, tentunya mengusik rasa ingin tahu. Berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk kepuasan tersebut. Rata-rata si pemilik sepeda itu bukan sekadar punya. Seperti Gandung salah satu anggota Sunset Riders yang rela mengeluarkan uangnya hingga 2-3 juta.
Namun Harga itu menurut dia tergolong murah. Sebab, bila ingin membeli sepeda yang langsung jadi, harganya lumayan mahal. Untuk order satu sepeda orisinal dari produsen luar negeri, harganya bisa mencapai Rp. 8 juta – Rp.12 juta. Meskipun mahal, ternyata barang itu sangat ringkih. Dan tidak jarang Gandung dan para anggota Sunset Rider lainnya berburu batangan sepeda sebagai bahan baku modifikasi sepeda yang diidam-idamkan. Mulai dari tukang cendol dan sepeda anak kecil sudah pernah jadi incaran Gandung dan teman-temannya. Seperti yang dikutip seputar-indonesia.com, Gandung mengungkapkan untuk mendapat batangan sepeda yang bagus dan kuat agak sedikit sulit didapatkan. “yah, kalo dijalanan ada seperti sepeda anak kecil saya buru langsung memburu barang itu”, ujar Gandung. Hoby yang tidak murah ini memeberikan alternatif baru bagi para pecinta lifestyle sport. Dan hal ini merupakan pergeseran budaya barat, dan menjadi urban culture yang semakin banyak di kota-kota besar.

————————————————————————————————14. Jakarta Street Low Rider Community

Selalu Mengutamakan kegiatan positif[Image: 807983346l.jpg?w=300&h=239] Jika Anda sering mengunjungi kawasan Senayan pada minggu pagi untuk berolahraga, mungkin kelompok orang dengan tunggangan sepeda tua tetapi bergaya masa kini sudah tidak asing lagi di mata Anda. Keberadaan mereka memang sangat menyita perhatian warga yang berolahraga di kawasan Senayan – Jakarta. Mereka menjatidirikan kelompoknya dengan nama Jakarta Street Low rider.Awalnya, pada saat didirikan anggota komunitas ini masih terbatas pada orang-orang yang memang menekuni secara serius hobi sepeda. Nam